BCYBERBCYBERBCYBER

Minggu, 20 Desember 2009

KLIPING 2009

KORUPSI DI NTT BUKANLAH BUDAYA MELAINKAN
SUATU PENYAKIT KRONIS

Kwinhatmaka, SE, MM, Kepala Bagian Tata Usaha BPKP Provinsi NTT menutup acara Sosialisasi Program Anti Korupsi (PAK) yang telah berlangsung tanggal 5 s.d 7 Mei 2009 di Kantor BPKP Provinsi NTT, Kupang. Dalam kata sambutan penutupan tersebut beliau mengatakan bahwa Korupsi bukanlah budaya seperti anggapan masyarakat selama ini, melainkan suatu penyakit kronis yang sudah menjalar diseluruh aspek masyarakat. Namun kita harus tetap optimis bahwa korupsi tersebut dapat diberantas jika dilakukan bersama-sama dan dilakukan secara intensif dengan menimbulkan sensitivity of corruption dari masyarakat sebagai imunisasinya.

Sosialisasi Program Anti Korupsi (PAK) yang dilaksanakan oleh BPKP Provinsi NTT selama tiga hari tersebut diikuti oleh tiga fokus grup yakni Penyedia Barang/Jasa, Program Nasional Pemberdayaan Masyakat Mandiri (PNM), dan Mahasiswa seluruh Kupang terasa kurang. Perhatian para peserta yang mewakili masyarakat begitu intens terhadap paparan yang disajikan oleh Nara sumber dan instruktur dapat dilihat dari antusias berbagai pertanyaan yang dilontarkan dalam setiap sesi acara.

Awalnya seluruh peserta pesimis terhadap pemberantasan korupsi karena sudah merupakan suatu budaya yang sulit di ubah. Peserta Penyedia Brang/Jasa merasa terlibat dengan modus korupsi merasa tidak bisa berbuat apa-apa karena pola mekanisme pengadaan Barang/jasa memaksa mereka berbuat korupsi. Demikian pula dari peserta PNPM merasa mereka tidak dilibatkan secara penuh dalam kegiatan pembangunan masyarakat yang harus dilaksanakan sehingga merasa tidak dapat memantau korupsi yang terjadi. Sedangkan dari pihak mahasiswa merasa mereka hanyalah menjadi ganjalan dalam proses pembangunan di Provinsi NTT saat melakukan demo anti korupsi karena selalu dihalangi oleh aparat dengan alasan tidak ada ijin termasuk lembaga universitas yang kurang memberikan dukungan atas aksi mereka.

Para peserta sebagai perwakilan masyarakat merasa sadar bahwa selama ini mereka selalu menggaungkan anti korupsi namun tidak pernah tahu bentuk-bentuk atau modus korupsi dan definisi korupsi maupun saluran hukum yang bisa menindak korupsi. Rasa kegelisahan terlihat dari wajah seluruh peserta karena merasa ‘gerah’ dengan hasil survey dari Lembaga Tranparency Internasional Indonesia terhadap Indeks Persepsi Korupsi 50 kota di Indonesia bahwa kota Kupang merupakan kota terkorup.

Bahkan mereka menggugat atau mempertanyakan peranan BPKP Provinsi NTT maupun instansi terkait seperti kepolisian, kejaksaan, dsb. selama berada di bumi NTT ini terhadap Indeks Persepsi Korupsi tersebut, namun mereka sadar khususnya posisi dan peranan BPKP tidak akan dapat melakukan sendirian dan harus dibantu secara bersama-sama dalam rangka pemberantasan korupsi yang terjadi di Provinsi NTT.

Kwin Hatmaka sebelum mengetukkan palu sebagai tanda acara sosialisasi PAK berakhir juga berharap bahwa adanya pemahaman masyarakat tentang korupsi akan menciptakan sensitivity of corruption dan bersama-sama aparat atau penyelenggara pemerintah mengimplementasikan dan menegakkan kebijakan secara bertahap dan sistematis dengan mengembangkan lingkungan sosial yang anti korupsi (clean environment from corruption) sehingga menjadikan kota Kupang dalam suatu wahana ideal sebagai “ Island of Integrity from corruption”. (Sumber:http://www.bpkp.go.id - Senin, 11 May 2009).
------------------
KEJATI NTT TANGANI 81 KASUS KORUPSI
formatnews - Kupang, 25/12 : Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) selama 2009 menangani 81 kasus korupsi, namun baru beberapa kasus yang dibawa ke meja hijau.

"Dari 81 kasus tersebut, 47 kasus di antaranya merupakan kasus lanjutan dari 2008, sedang 34 kasus lainnya terjadi selama 2009," kata Kepala Penanganan Hukum dan Humas Kejati NTT Muib di Kupang, Kamis.

Ia mengatakan, delapan kasus korupsi di antaranya terpaksa dihentikan proses penyidikannya dan telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) karena tidak cukup bukti.

Muib menambahkan, saat ini pihak kejaksaan di NTT sedang memroses 51 kasus tindak pidana korupsi, sedang beberapa kasus di antaranya sudah dalam proses penuntutan atau telah dilimpahkan ke pengadilan.

"Jumlah kasus korupsi ini yang ditangani langsung oleh kejaksaan di seluruh NTT belum termasuk kasus korupsi yang ditangani polisi," katanya.

Dia menambahkan, kasus korupsi yang ditangani oleh aparat kepolisian sebanyak sembilan kasus yang saat ini masih dalam proses penyidikan.

Kasus korupsi yang menjadi perhatian pihak kejaksaan, katanya, yakni kasus proyek gerakan rehabilitasi lahan dan hutan nasional (Gerhan) 2008 dengan tersangka mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kupang Max David Moedak.

"Dalam kasus korupsi tersebut sudah dua tersangka yang ditahan yakni Max Moedak dan Eko Budi Aryanto," katanya.

"Perkara korupsi ini, Januari mendatang sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan," katanya.

Sedangkan pada 2009 ini, lanjutnya, kasus yang jadi perhatian kejaksaan yakni kasus korupsi APBD Ende Tahun 2008 yang merugikan negara sekitar Rp6 miliar lebih.

Kasus ini, lanjutnya, saat ini masih dalam proses penyidikan, dan pihak kejaksaan telah memeriksa 15 saksi.

Sedangkan pemeriksaan terhadap tersangka Paulinus Domi (Mantan Bupati Ende yang kini anggota DPRD NTT dari Partai Golkar) dan Iskandar Mberu (mantan Sekda Ende) dan Samuel Matutina akan dilakukan pada Januari 2010.

"Untuk pemeriksaan Paulus Domi, kita masih menunggu surat izin pemeriksaan dari Mendagri, karena yang bersangkutan adalah anggota DPRD NTT," katanya.

Penanganan kasus korupsi ini, katanya, merupakan salah satu agenda penting yang masuk dalam program kerja 100 hari kejaksaan sehingga perlu digenjot penanganannya sampai tuntas.

"Semua tersangka kasus korupsi harus ditahan oleh kejaksaan. Itu sudah ketentuan sehingga mereka tidak bebas di luar," katanya.*ant*
----------------
Rabu, 02 Dec 2009, | 50
Bila BAP Masih P19 DPRD Alihkan Kasus APBD ke KPK

WAINGAPU, Timex - DPRD Kabupaten Sumba Timur akan mengalihkan penuntasan kasus dugaan korupsi APBD Sumba Timur senilai Rp 10 miliar lebih yang melibatkan tiga tersangka, Daud Dakularak (mantan Kadis PPKAD),... Kalendi Mananga Hau (mantan Kasubag Perbendaharaan dan Kas) ketika DPPKAD masih berstatus Badan Pengelolah Keuangan Daerah (BPKAD) dan Deni Untono (kontraktor) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keputusan ini ditempuh DPRD bila dua lembaga penyidik di Sumba Timur, Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Waingapu tidak mampu menuntaskan kasus tersebut hingga ke Pengadilan Negeri (PN) untuk disidangkan.

Demikian simpul pendapat DPRD Kabupaten Sumba Timur dalam pertemuan dengan Kapolres Sumba Timur, AKBP Tetra M Putra yang diwakili Kasat Reskrim, Iptu Mayendra Eka Wardana di lantai II gedung DPRD, Selasa (1/12).

Pantauan Timor Express, Selasa kemarin, 21 dari 25 anggota DPRD Sumba Timur yang menghadiri pertemuan tersebut memberikan apresisasi atas kinerja penyidik Polres dalam melidik kasus itu. Kasat Reskrim Mayendra Eka Wardana menjelaskan, pihaknya sudah dua kali mengajukan berita acara pemeriksaan (BAP) ketiga tersangka pada penyidik Kejaksaan, namun dikembalikan sehingga BAP ketiga tersangka masih berstatus P19 (belum P21, red).

“Kita sudah memenuhi semua ketentuan yang berlaku dalam penyidikan sebuah perkara termasuk kasus dugaan korupsi APBD Sumba Timur ini. Anehnya, Jaksa meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi ulang pada kasus ini.

Padahal, sudah ada hasil audit investigasi BPK juga pengakuan langsung dari ketiga tersangka. Daud mengaku, mengalihkan uang negara sebesar Rp 10 miliar lebih ke rekening pribadi Kalendi Mananga Hau. Kalendi juga mengaku meminjamkan uang negara kepada Deni Untono sebesar Rp 6 miliar, namun menurut Deni Untono, uang negara yang dipinjamnya dari Kalendi Mananga Hau hanya senilai Rp 600 juta dari Kalendi Mananga Hau. Harusnya, pengakuan dan bukti-bukti lain yang kita ajukan tersebut, maka BAP ketiga tersangka sudah bisa di P-21 oleh Kejaksaan sehingga kasus ini bisa disidangkan,” jelasnya.

Ketua sementara DPRD Sumba Timur, Palulu Pabundu Ndima yang memimpin langsung pertemuan itu mendesak para pimpinan dinas, badan, kantor dan unit-unit kerja se-Setda Sumba Timur dan pihak terkait lainnya, proaktif memberikan keterangan pada penyidik. Untuk mempercepat tuntasnya kasus itu demikian Palulu, dalam waktu dekat, pihaknya juga akan mengundang seluruh anggota Muspida khususnya Kapolres dan Kajari.

“DPRD juga akan siap memfasilitasi penyidik Polres untuk menaikkan berita acara pemeriksaan (BAP) kasus dugaan korupsi APBD Sumba Timur hingga ke persidangan di PN Waingapu,” tegas Palulu.

Kepada jaksa penuntut umum (JPU) paparnya, DPRD memberikan batas waktu agar segera mem-P21-kan kasus tersebut sehingga bisa disidangkan secepatnya. “Bila batas waktu yang kita tentukan nanti tidak juga dipenuhi oleh JPU, maka kasus dugaan korupsi APBD Sumba Timur ini, akan kita alihkan ke KPK untuk dituntaskan,” ingatnya. Diberitakan sebelumnya, BAP ketiga tersangka hingga kini masih berstatus P19. (jun)
------------------------
Senin, 22 Dec 2008, | 104
Terkait Kasus APBD Sumba Timur
Polres Sita Barang Bukti
WAINGAPU, Timex- Kapolres Sumba Timur AKBP Tetra M. Putra, menegaskan pihaknya sudah melakukan penyitaan barang bukti (BB) dalam kasus dugaan korupsi miliran APBD Sumba Timur tahun anggaran 2007. Kapolres Tetra melalui telepon selulernya Minggu (21/12) petang kemarin, menjelasakan barang bukti yang disita polisi tersebut antara lain, bukti cek pemberian uang bernilai miliaran rupiah oleh Kepala Sub Bidang Perbendaharaan dan Kas BKPD Sumba Timur, Kalendi Mananga Hau kepada pengusaha setempat, Denny Untono.

Penyitaan barang bukti itu kata Tetra, dilakukan Polisi pada Rabu (17/12) lalu usai melakukan pemeriksaan lanjutan pada Kalendi Mananga Hau oleh Tim Tipikor Polres. Meski begitu, Tetra enggan memasang target penyelesaian kasus tersebut seperti Kejaksaan Negeri Waingapu, awal Januari 2009.

"Ya nggak apa apa kalau Jaksa target awal Januari, kita lihat nanti siapa yang lebih dulu selesai dan minta SPDP. Yang jelas, saya tidak mau gegabah. Jadi kita jalan step by step tapi begitu unsurnya mutlak ya kita tuntaskan," tandasnya. Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, Kaban PKD Daud Dakularak dan stafnya, Johanis Pama, Kalendi Mananga Hau, Rambu Ana, Umbu Bira, Umbu Tay Hukapati, Sherly Ranggambani, Orpha Hamaduna dan James Ragalay bolak-balik meladeni panggilan pemeriksaan tim penyidik Polisi dan Jaksa.

Dalam laporan Polisi Daud Dakularak, dana bermasalah itu sebesar Rp 9 miliar atau berbeda dengan jumlah dana dalam kasus dan tahun anggaran yang sama dan juga dilidik Kejaksaan senilai Rp 2,9 miliar dan membengkak menjadi Rp 11.423.802.7687,74 sesuai temuan BPK.

Pelaksana harian (Plh) Kejari Waingapu, Herman R. Deta, SH kepada Koran ini beberapa waktu lalu menegaskan, dari total dana APBD bermasalah itu, Rp 425 juta lebih adalah panjar internal Setda Sumba Timur yng diduga tidak sesuai dengan mekanisme yang ada.

Juga terdapat dana sebesar Rp 8 miliar lebih yang diberikan pada pihak ketiga tapi tidak sesuai mekanisme. Sedangkan dana sebesar Rp 2,9 miliar paparnya, merupakan selisih kas yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh BPKD.

Kejaksaan sambungnya, masih terus melidik kasus itu dengan memeriksa saksi-saksi dari BPKD termasuk Bendahara dari tiga SKPD, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas Kimpraswil.
"Kaban, Daud Dakularak dan Kepala Sub Bidang Perbendaharaan dan Kas BPKD, Kalendi Mananga Hau sudah kami periksa.

Kita akan tetap melakukan pemanggilan ulang pada mereka termasuk pada semua staf BPKD," ujarnya seraya menambahkan, penentuan tersangka, setelah proses penyelidikan selesai.
"Kami targetkan awal Januari 2009 nanti sudah dapat menyampaikan hasil penyidikan kasus ini ke pak Kejari untuk diteruskan pada tingkatan yang lebih tinggi," tukasnya.

Pejabat Tersangka Bisa Dinonaktifkan
Pemkab Sumba Timur masih menunggu perkembangan proses hukum kasus dugaan penyimpangan dana miliaran rupiah APBD 2007. Karena itu menurut Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora bila ada pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat hukum sesuai dengan bukti yang ada, bisa dinonaktifkan dari jabatan yang diemban selama ini. Namump pihaknya tetap menyerahkan pada proses hukum yang sedang ditangani penyidik.

"Intinya, sesuai laporan Polisi yang ada dan sudah disampaikan, saya atas nama Pemkab Sumba Timur menyerahkan sepenuhnya penyelidikan dan penyidikan kasus ini pada Polres Sumba Timur. Sebagai Bupati, saya tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan. Silahkan saja diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

Siapa yang salah dalam kasus ini yah dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," tegas mantan Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan dan Wabup Sumba Timur, itu.
Dikatakan, pihaknya melaporkan kasus itu ke Polres Sumba Timur disebabkan adanya kejanggalan dalam sistem administrasi keuangan BPKD di tahun anggaran 2007.

Dilain pihak, warga mengharapkan Kapolres dan Kejari setempat AKBP Tetra M. Putra,SH dan Nasril,SH, mengawal dan memantau langsung perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus terkait guna mengantisipasi kemungkinan adanya oknum anggota dua institusi penegak hukum tersebut yang bisa saja menjadikan pihak-pihak yang diperiksa sebagai obyek ATM berjalan.

"Pengawasan melekat dari Kapolres dan Kejari perlu dilakukan agar jangan sampai ada oknum anggota mereka yang justeru menarik keuntungan pribadi dari kasus ini. Kemungkinan itu bisa saja terjadi mengingat dana dalam kasus ini jumlahnya miliaran rupiah," harap Oktavianus Leonard, warga Matawai Kecamatan Kota Waingapu.

Warga Sumba Timur saat ini sambung Leonard, sangat mengharapkan penuntasan hukum kasus tersebut bisa secepatnya dilakukan Polisi dan Jaksa. "Harapan warga Sumba Timur sangat tinggi kepada penyidik Polres Sumba Timur dan Kejari Waingapu agar penuntasan kasus ini tidak diulur-ulur tapi bisa dituntaskan dalam waktu singkat," tambahnya.

Dia juga mendukung rencana Bupati Gidion Mbilijora menonaktifkan Kaban PKD Daud Dakularak bila statusnya dari saksi menjadi tersangka. "Untuk memperlancar proses hukum, Daud Dakularak sudah harus dinonaktifkan dari jabatannya bila statusnya berubah dari saksi menjadi tersangka," paparnya. (jun)
-------------


27 April 2009

Ketua DPRD Dituntut 4 Tahun Penjara

Kasus Dana Kesehatan DPRD

RUTENG (FLORES POS)-- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ketua DPRD Manggarai John Ongge empat tahun penjara dalam kasus dana kesehatan DPRD Manggarai tahun 2007.

Dalam sidang Kamis (23/4), tidak banyak pengunjung sidang. Terlihat kalangan keluarga John Ongge. Penjagaan sidang cukup ketat.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Slamet Riyadi dengan anggotanya Desbertua Naibaho dan Agus Maksum. John Ongge didampingi penasihat hukum Gabriel Kou. JPU terdiri dari Emerensiana, Febrianti, dan Eka Nugraha dengan panitera pengganti Maksi Kabelen.

Dalam kasus yang sama ini, Kepala Askum AJB Bumiputra Perwakilan Kupang Abdulah Jafar hadir. Tetapi, begitu tiba di PN Ruteng, Jafar mendadak tensi tinggi sehingga dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan mobil tahanan kejaksaan.

Persidangan berlangsung selama berjam-jam karena JPU membacakan naskah tuntutan setebal 250 halaman. JPU Maria Febriana dalam tuntutan menyatakan, terdakwa John Ongge secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara seperti diatur dan diancam pidana penjara sesuai dengan Pasal 18 (1) UU No 31/1999 dan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 (1) KUHP dan pasal 64 (1) KUHP menyatakan, pidana terhadap terdakwa 4 tahun penjara.

”Terdakwa juga tetap berada dalam tahahan, membayar denda Rp200 juta, subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa juga dihukum dengan membayar uang pengganti Rp11 juta. Jika terdakwa tidak membayarnya dalam sebulan usai ada putusan tetap, maka harta bendanya disita guna dilelang,” kata JPU Maria Febriana.

Hal yang memberatkan, kata jaksa yakni perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian terhadap negara, c.q. pemerintah Kabupaten Manggarai, perbuatannya merusak citra dan kredibilitas lembaga DPRD, dan perbuatan terdakwa telah melukai perasaan rakyat untuk memberantas korupsi. Kemudian, terdakwa selama persidangan merasa tidak bersalah dan tidak menyampaikan rasa penyesalan atas perbuatannya.

Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, bersikap sopan selama mengikuti persidangan, telah mengembalikan uang rawat jalan yang diterima sebesar Rp6 juta dan disetor ke kas daerah, dan dia juga sebagai orang suami yang menjadi tulang punggung keluarga.

John Ongge mengatakan tuntutan itu terlalu berat. Menurutnya, JPU mengabaikan keterangan saksi terdakwa dan tuntutan itu memberatkan, padahal
dirinya tidak makan uang.

”Saya tolak itu. Saya tidak makan uang. Saya hanya tanda tangan MOU saja. Saya mohon majelis hakim memutuskan perkara ini seadil-adilnya,” katanya dengan suara keras dan memukul meja penasihat hukumnya.

”Majelis Hakim, saya hanya sampaikan unek-unek saja. Apakah JPU punya hati nurani. Mestinya 40 anggota Dewan dan Bupati harus hadir di sini. Saya hanya jalankan perintah,” katanya.

Menurut Humas PN Ruteng Agus Maksum, pada sidang yang sama JPU membacakan dakwaan terhadap Kepala Askum AJB Bumiputra Kupang, Abdulah Jafar. Namun karena Jafar saat tiba di PN Ruteng terkena tekanan darah tinggi dan dilarikan ke rumah sakit, maka tuntutan terhadapnya urung dilaksanakan.

”Kita tunggu saja sampai kondisinya siap untuk persidangan. Kita tak bisa paksakan ikut sidang kalau kondisinya tidak sehat. Pekan depan, sidangnya beragendakan pembelaan pengacara terdakwa atas tuntutan JPU,” katanya.

Kepala Askum Perwakilan Kupang, Abdulah Jafar yang ditemui di PN Ruteng, Kamis sore mengatakan, dirinya tidak siap karena kondisi kesehatan yang terganggu. Namun, apakah sidang tuntutan dilanjutkan atau tidak, tergantung JPU dan Majelis Hakim.
”Saya kurang siap karena lagi sakit. Semuanya tergantung mereka,”katanya.

Kasus dugaan korupsi dana asuransi kesehatan 40 anggota DPRD Manggarai ini terjadi tahun 2007 lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP, ada temuan penyimpangan uang asuransi sebesar Rp380 juta. Ketua DPRD Manggarai John Ongge dan Kepala Askum AJB Bumiputra Abdulah Jafar dijadikan tersangka. Keduanya sudah ditahan di Rutan Lapas Labe, Kelurahan Carep, Kecamatan Langke Rembong, Manggarai.*
------------


27 April 2009

Kejaksaan Tetapkan Empat Tersangka Korupsi BRI

JAKARTA (ANTARA)

Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu, menetapkan empat tersangka kasus dugaan pembobolan uang Bank Rakyat Indonesia (BRI) senilai Rp226 miliar.

Keempat tersangka tersebut, Asri Uliya, mantan pimpinan Cabang BRI Syariah Serang, Banten, sekarang menjabat sebagai Senior Staff pada Divisi Kredit Retail Kantor Pusat BRI, Amir Abdullah (Direktur Utama PT Nagari Jaya Sentosa (NJS)), Muhammad Sugirus (Direktur PT Javana Artha Buana, Komisaris Utama PT NJS), dan Dedih Wijaya (Karyawan BRI Cilegon).

Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah, di Jakarta, Rabu, mengatakan, kasus pembobolan uang BRI itu, sudah ditetapkan empat tersangka.

"Empat orang sudah ditetapkan sebagai tersangka," katanya.

Keempat tersangka itu, telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara melalui BRI sebesar Rp169 miliar.

Kasus itu bermula pada 2006-2007, BRI Kantor Cabang Syariah Serang, mengadakan kerjasama (PKS) dengan PT NJS dan PT Javana Artha Buana (JAB) untuk pemberian fasilitas pembiayaan kredit kepemilikkan kios pada Plaza Nagari Minang, Pasar Baru Bantar Gebang, dan rumah tinggal di Cilandak Town House, Jakarta Selatan.

Ketiga gedung itu dibangun oleh kedua perusahaan tersebut untuk selanjutnya dijual kepada BRI.

"Dalam perjanjian kerjasama yang disebutkan PT NJS dan PT JAB, berkewajiban untuk mencari calon nasabah yang akan mendapatkan pembiayaan kepemilikkan kios dan rumah tinggal. PT NJS dan JAB juga bertindak sebagai penjamin (avalis) atas pembiayaan yang akan diberikan oleh Bank BRI dengan sistem Murabahah (pembiayaan dengan sistem jual beli)," katanya.

Ia menyebutkan faktanya sebanyak 438 calon nasabah untuk yang diajukan oleh PT NJS dan PT JAB, tidak pernah mengajukan permohonan pembiayaan.

"Namun dengan dalih berlibur ke Anyer, mereka diminta untuk menyerahkan foto copy identitas, kemudian dipaksa untuk menandatangani permohonan pembiayaan ke kantor BRI Syariah Serang dengan imbalan uang antara Rp50 ribu sampai Rp150 ribu," katanya.

Nasabah juga, kata dia, dipaksa membuat surat pernyataan peminjaman nama dan data-data kepada PT NJS untuk akad kredit pembiayaan tersebut.

BRI Syariah sendiri langsung memproses permohonan pembiayaan tersebut, dengan menggunakan data-data fiktif calon nasabah sebanyak 438 orang dengan total pokok pembiayaan sebesar Rp226 miliar.

"Faktanya dana yang diajukan itu tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama antara PT NJS dan PT Javana Artha Buana (JAB) dengan BRI," katanya.*

-----------------------

Polisi Tahan Mantan Ketua KPUD Sikka

Dugaan Ancaman terhadap Anggota DPRD Siflan Angi
16 Juni 2009


MAUMERE (FLORES POS) -- Polisi menahan mantan Ketua KPUD Sikka periode 2004-2009, Robby Keupung di tahanan Polres Sikka, Sabtu (13/6). Ia ditetapkan jadi tersangka kasus perbuatan tidak menyenangkan terhadap anggota DPRD Sikka Silverius Florentinus Angi atau yang biasa disapa Siflan Angi.

Robby Keupung ditahan setelah diperiksa selama satu setengah jam sejak pukul 11.00 yang dipimpin Kepala Unit (Kanit) II Reskrim Aipda Valentinus Tani.

Siflan Angi melaporkan Robby Keupung ke polisi Rabu (10/6) dengan tuduhan melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap dirinya berupa ancaman kekerasan. Ancaman kekerasan itu terkait sikap fraksi Gabungan Pembaharuan DPRD Sikka, Sabtu (6/6) di mana salah satu poinnya menyebutkan bahwa tanah aset Pemda di Jalan Litbang Maumere diminta oleh AM Keupung (ayah Robby Keupung) untuk kepentingan pribadi.

Robby Keupung yang didampingi kuasa hukumnya San Fransisko Sondy sebelum ditahan diperiksa penyidik di Ruang Kanit II Reksrim.

Penyidik mencecarnya dengan puluhan pertanyaan di antaranya seputar adanya dugaan ancaman yang dilakukannya terhadap anggota DPRD Sikka Siflan Angi, upaya tersangka mendatangi Kantor DPRD dan mencari Siflan Angi, dan pertanyaan teknis lainnya.

Robby Keupung di hadapan penyidik menjelaskan pihaknya mendatangi Kantor DPRD Sikka dan hendak menemui Siflan Angi, Rabu lalu, guna meminta klarifikasi terkait sikap Fraks Gabungan Pembaharuan yang menyebutkan tanah aset Pemba diminta oleh ayahnya.
“Saya hanya mau minta klarifikasi dari Pak Siflan Angi. Saya tidak melakukan ancaman terhadap dirinya,” kata Robby Keupung.

Kuasa Hukum Robby Keupung kepada wartawan usai pemeriksaan menjelaskan kliennya sangat kooperatif dan menceritakan apa adanya terkait upaya mendatangi Kantor DPRD dan menemui Siflan Angi kepada penyidik.

“Klien saya tidak pernah melakukan ancaman. Ia hanya berniat menemui Pak Siflan Angi untuk meminta klarifikasi terkait kata akhir FGP yang menyebutkan aset tanah Pemda diminta AM Keupung, ayah klien saya,” katanya.

Sondy mengaku saat meminta klarifikasi, kliennya hanya mengacungkan tangan saat menyampaikan pendapatnya. “Gaya Pak Robby Keupung kalau berbicara memang seperti itu. Ia mengacungkan jari telunjuk. Ini kebiasaan Pak Robby. Jadi, ia bukan melakukan ancaman sebagaimana yang dilaporkan Pak Siflan,” kata Sondy.

Menurut Sondy, kliennya berupaya meminta klarifikasi karena dua alasan yakni sebagai anak kandung AM Keupung (Ketua DPRD Sikka) dan sebagai warga masyarakat Sikka. “Upaya klarifikasi ini, belum direspon oleh Pak Siflan, karena saat itu Pak Siflan langsung tinggalkan klien saya, dan melaporkan apa yang terjadi ke polisi,” katanya.

Ajukan Penangguhan
San Fransisco Sondy kepada wartawan pada kesempatan yang sama menjelaskan pihaknya telah mengajukan penangguhan penahanan dengan alasan karena kliennya memiliki seorang istri, yang bersangkutan memiliki reputasi baik dan belum pernah melakukan perbuatan melawan hukum, ia menghormati prosedur hukum yang sedang berjalan, dan kliennya tidak menghilangkan barang bukti atau melarikan diri. “Saya sudah ajukan permohonan penangguhan penahanan,” kata Sondy.

Kapolres Sikka AKBP Agus Suryatno yang dihubungi terpisah menjelaskan penetapan Robby Keupung sebagai tersangka karena yang bersangkutan melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap anggota DPRD Sikka Siflan Angi. Sedangkan upaya penahanan untuk mengantipasi agar ia tidak menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.

“Pasal yang dijerat dalam kasus ini 335 KUHP terkait perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman 1 tahun penjara. Meskipun ancaman hukuman satu tahun, namun pasal ini masuk kategori pengecualian sehingga tersangka ditahan.”

Dalam menindaklanjuti kasus ini, kata Kapolres, pihak penyidik telah memeriksa saksi korban Siflan Angi, dan dua saksi lainnya: anggota DPRD Sikka Blasius Seo, dan Feni Daga. “Ketiga saksi ini telah dimintai keteranggannya,” kata Kapolres.*
---------------


Mantan Bupati Sikka Ditahan

Wednesday, March 11, 2009, 23:30 | 761 Views
MAUMERE, PK — Bupati Sikka periode 2003-2008, Drs. Alexander Longginus, Selasa (10/3/2009), ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Maumere. Longginus adalah salah satu dari 32 tersangka korupsi dana purnabakti DPRD Sikka tahun 2004. Longginus menolak menandatangani berita acara penahanan dari jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere.

Sebelum ditahan, Longginus menjalani pemeriksaan oleh tim jaksa. Longginus tiba di Kejari Maumere sekitar pukul 09.30 Wita didampingi kuasa hukumnya, Marianus Moa, SH. Ikut mengantar tersangka ke kejaksaan, istri tersangka, Nyonya Goreti, sejumlah sanak keluarganya dan simpatisan sekitar lima orang.
Tersangka diperiksa di ruang aula pukul 10.00 Wita hingga pukul 11.30 Wita. Tim jaksa yang memeriksa, yakni Henderina Malo, SH, Ahmad Jubair, SH dan Hardoyo. Empat anggota polisi di bawah pimpinan Ipda JN Fernandez terlihat menjaga di luar ruang aula dan di halaman kejaksaan.

Usai diperiksa, tersangka diberi kesempatan membaca kembali berita acara pemeriksaan. Longginus menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Tim jaksa dengan persetujuan Kajari Maumere, sekitar pukul 12.45 Wita, menetapkan Longginus ditahan di Rutan.

Setelah jaksa memutuskan menahan Longginus, terlihat belasan sanak keluarga dan simpatisannya mendatangi kantor Kejari Maumere. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal tidak diinginkan, sekitar pukul 12.30 Wita ada penambahan personil aparat Polres Sikka.

Dari pukul 13.15 Wita hingga pukul 13.55 Wita, Longginus terlihat modar-mandir keluar ke halaman kantor kejaksaan menemui sanak keluarganya sebanyak lima kali. Sekitar pukul 13.05 Wita, enam anggota DPRD Sikka, masing-masing dari Fraksi PDIP, yakni Blasius Seo, Nikodemus Pelle, Kondibus Stelamaris, Ina Parera, Patrix da Silva dan juga Gabriela P Mako (Fraksi Golkar) datang ke kejaksaan. Mereka masuk dan menunggu di lobi kejaksaan.

Pukul 13.40 Wita, Longginus ke mobilnya yang diparkir di halaman kantor Kejari Maumere sambil membawa map. Longginus terus diikuti atau dikawal sejumlah anggota polisi. “Saya tidak lari. Saya tidak akan lari,” kata Longginus dengan nada kesal.

Pukul 13.55 Wita, Longginus menemui keluarganya di depan lobi kejaksaan. Dia meminta keluarganya pulang. Namun keluarganya menolak pulang. Longginus masuk lagi ke ruangan. Suasana saat itu mulai ‘panas’. Longginus protes kepada jaksa yang tidak menahan tiga mantan pimpinan DPRD Sikka yang terlibat pada kasus yang sama. Sekitar pukul 14.00 Wita, Longginus keluar dari aula menuju mobil tahanan dan langsung dibawa ke Rutan Maumere.

Istri Longginus, Nyonya Goreti, mengantar tersangka sampai ke Rutan Maumere. Sebelum meninggalkan tersangka di rutan sekitar pukul 15.30 Wita, tersangka dan keluarganya berdoa bersama.
Kuasa hukum tersangka Longginus, Marianus Moa, menjelaskan, kasus itu bermula dari adanya surat permintaan dana purnabakti oleh pimpinan DPRD Sikka kepada Bupati Longginus. Selanjutnya bupati mendisposisikan surat itu kepada Kabag Keuangan, Drs. Petrus da Silva, melalui Sekda Dominikus Parera.

“Kejadian dari nota dinas Kabag Keuangan, bahwa tahun 2004 alokasi khusus dana itu tidak ada dalam anggaran, tapi dapat digunakan untuk penuhi permintaan pimpinan Dewan itu dari pos bantuan keuangan lainnya tahun 2004. Karenanya dana kepada 30 anggota DPRD Sikka itu diambil dari pos bantuan keuangan lainnya. Dana itu sebagai kompensasi pemda kepada Yanarti,” kata Moa.
Tolak teken BA
Kajari Maumere, Acep Sudarman, SH, dikonfimasi wartawan menjelaskan, tarik ulur waktu membawa tersangka ke Rutan Maumere itu terjadi karena Longginus menolak menandatangani berita acara (BA) penahanan. Bahkan tersangka menolak ditahan di rutan.

“Tersangka tidak mau tanda tangan berita acara. Pengacaranya mengatakan, tersangka bersikeras tidak mau ditahan. Mau ditembak atau digantung sekalipun tersangka tidak mau ditahan. Begitu katanya kepada pengacaranya. Karena berlarut-larut, akhirnya kami tegaskan kepada pengacaranya, kalau tidak mau maka akan dilakukan upaya paksa kepada tersangka. Setelah itu baru tersangka bersedia ditahan dan dibawa ke rutan,” kata Sudarman.

Sudarman mengatakan, pihaknya tidak pilih kasih memroses hukum tersangka yang terlibat kasus korupsi dana purnabakti DPRD Sikka Tahun 2004. “Kalau tiga tersangka lain yang sudah diproses sebelumnya itu (OLM Gudipung, Stefanus Wula dan AM Keupung) tidak ditahan, saya tidak tahu alasannya apa. Karena bukan saya yang menanganinya, saya belum di sini. Mungkin karena usia tersangka sudah tua jadi tidak ditahan,” kata Sudarman.

Menurut Sudarman, semua tersangka kasus korupsi akan ditahan kecuali ada pertimbangan lain menyangkut kesehatan tersangka atau alasan lain yang diatur undang-undang.

Untuk diketahui dalam kasus korupsi dana purnabakti DPRD Sikka tahun 2004 itu jaksa menetapkan sedikitnya 32 tersangka dengan mensplit berkas menjadi empat bagian. Berkas pertama dengan tersangka tiga mantan pimpinan DPRD Sikka, yakni OLM Gudipung, Drs. AM Keupung dan Stefanus Wula. Berkas kedua dengan tersangka 27 mantan anggota DPRD Sikka tahun 2004. Berkas ketiga, mantan Bupati Sikka, Drs. Alexander Longginus. Berkas keempat yakni mantan Sekda Sikka.

Berkas pertama dengan tersangka OLM Gudipung AM Keupung dan Stefanus Wula sudah disidangkan. Dalam keputusan hakim pada tingkat pertama di PN Maumere diputuskan ketiga terdakwa bebas demi hukum karena tidak terbukti bersalah. Atas putusan majelis hakim itu, JPU Kejari Maumere menyatakan kasasi kepada MA. Hasil keputusan kasasi MA mengabulkan permohanan kasasi dari pemohon kasasi, jaksa atau penuntut umum pada Kejari Maumere dan membatalkan putusan PN Maumere nomor 64/Pid.B/2007/PN MMR tanggal 25 Oktober 2007. (vel). Copyright: http://www.pos-kupang.com
-------------------
Jaksa Tetapkan 29 Tersangka Koruptor di NTT
KUPANG, PK -- Dalam semester pertama 2009, penyidik kejaksaan telah menetapkan 29 tersangka kasus korupsi di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Dari 19 institusi kejaksaan di seluruh NTT hanya Kejari Lewoleba, Cabang Kejari (Cabjari) Waiwerang dan Cabjari Seba yang belum menaikkan penyelidikan kasus korupsi ke tahap penyidikan (dik).

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Dr. Dachamer Munthe, S.H, M.H, menyampaikan hal ini dalam jumpa pers usai memimpin upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-49 di Kejati NTT, Rabu (22/7/2009). Saat jumpa pers ini, Munthe didampingi petinggi Kejati NTT lainnya, termasuk Wakajati, Suwarsono, S.H.

Munthe menegaskan, institusi kejaksaan di NTT memandang perlu untuk menyampaikan kepada publik hasil kerja para jaksa kepada masyarakat NTT. Khusus produk unit pidana khusus (Pidsus), Munthe mengungkapkan, dalam kurun waktu Januari-Juni 2009, sudah 29 kasus korupsi yang dinaikkan ke tahap penyidikan. "Di Kejati NTT, ada lima kasus yang sudah kami naikkan ke tahap dik. Rincian dari semua Kejari dan Cabjari, bisa diambil di bagian Pidsus nanti," ujarnya.
Dari 29 kasus korupsi yang sudah dinaikkan ke tahap dik, jelas Munthe, baru empat kasus yang sudah dilimpahkan kepada pengadilan karena berkasnya sudah lengkap. Sementara berkas kasus lainnya belum dilimpahkan karena sebagian besarnya masih menunggu hasil audit maupun perhitungan kerugian negara (PKN) oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT.

Munthe juga menegaskan, saat ini institusi kejaksaan sudah bergeser paradigma penanganan perkara pidsus, yakni dari pola 5-3-1 (lima kasus bagi Kejati, tiga kasus bagi Kejari dan satu bagi Cabjari, red) ke optimalisasi hasil. "Bisa jadi 10-15 kasus untuk Kejati atau lebih dari tiga untuk Kejari. Itu yang kami namakan optimalisasi, jadi bukan lagi paradigma 5-3-1," jelas Munthe.
Di bidang pengawasan, Munthe mengatakan, saat ini terdapat 10 kasus pelanggaran disiplin oleh jaksa dan pegawai di seluruh NTT. Delapan kasus dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diproses lebih lanjut. Hukuman disiplin bagi mereka bisa ringan, sedang dan berat sebagaimana diatur dalam PP 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Acara puncak peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-49 di Kejati NTT dirayakan dengan pelbagai kegiatan. Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L. Foenay dan sejumlah pejabat hadir dalam upacara tersebut. Setelah apel bendera, para jaksa dan pegawai Kejati NTT dan Kejari Kupang menabur bunga di Taman Makam Pahlawan Dharma Loka Kupang. (dar)
Rekap Jumlah Penyidikan Perkara Korupsi
Kejaksaan Jumlah Dilimpahkan ke Pengadilan
Kejati=5 Kasus
Kejari Kupang=2 Kasus
Kejari SoE =1 Kasus
Kejari Kefamenanu=2 Kasus
Kejari Atambua =2 Kasus
Kejari Kalabahi=1 Kasus
Kejari Larantuka= 2 Kasus
Kejari Maumere=1 1 Kasus
Kejari Ende=2 Kasus
Kejari Bajawa=2 2 Kasus
Kejari Ruteng=3 1 Kasus
Kejari Waingapu =1 Kasus
Kejari Waikabubak=1 Kasus
Kejari Baa=1 1 Kasus
Kejari Lewoleba = 0 Kasus
Cabjari Seba = 0 Kasus
Cabjari Reo=2 Kasus
Cabjari Waiwerang = 0 Kasus
Cabjari Labuan Bajo = 1 Kasus
(Pos Kupang edisi Kamis, 23 Juli 2009)
---------------------------------------
KEJAKSAAN Tinggi NTT akan mengajukan permintaan izin kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memeriksa Drs. Paulus Domi, anggota DPRD NTT, yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana APBD Ende senilai Rp 3,5 miliiar.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto, S,H mengatakan itu melalui Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati NTT, Muib S.H di kantornya, Rabu (9/12/2009).
"Sesuai prosedur yang berlaku, jaksa penyidik akan mengajukan permintaan izin kepada Mendagri untuk memeriksa tersangka Paulinus Domi karena yang bersangkutan sudah menjadi anggota DPRD NTT," kata Muib.

Permohonan izin kepada Mendagri itu, katanya, akan dikirim ke Mendagri melalui Kejaksaan Agung RI di Jakarta.
"Secepatnya akan kami kirim surat permohonan itu sehingga proses penyidikan kasus ini bisa segera tuntas," katanya.

Sebagaimana diberitakan, kasus korupsi dana APBD Ende tahun anggaran 2005 dan 2006 senilai Rp 3,5 miliar terjadi saat Paulinus Domi menjabat Bupati Ende. Kejati sudah menetapkan yang bersangkutan bersama Sekda Ende saat itu, Iskandar Mberu menjadi tersangka karena memerintahkan pencairan dana tersebut kepada Sam Matutina, seorang pengusaha yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Dana sebesar itu dipinjamkan kepada Sam Matutina. Selain tidak prosedural, dana APBD tidak diperbolehkan dipinjamkan kepada pengusaha. 

Jaksa sudah memeriksa saksi-saksi dari Pemkab Ende dan menyita sejumlah barang bukti terkait pencairan dana Rp 3,5 miliar kepada Sam Matutina. (ben) - Pos Kupang edisi Kamis, 10 Desember 2009.
-------------------------

Dirut PD Flobamor Jadi Tersangka

DIREKTUR Utama (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Flobamor, Syamsudin Abdullah, SE sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan beras senilai Rp 900 juta. Turut ditetapkan sebagai tersangka adalah Haji Sehe, pengusaha yang melakukan pengadaan beras tersebut.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto S,H melalui Kepala Seksi Penyuluhan Hukum dan Humas, Muib, S,H kepada wartawan usai peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di kantor Kejati NTT, Rabu (9/12/2009).
Penetapan kedua tersangka dalam kasus pengadaan beras yang diduga fiktif itu, katanya, sesuai ekspos hasil penyelidikan kasus tersebut di Kejati NTT yang dipimpin Kajati Haryanto.
"Sesuai data yang dimiliki penyidik, jelas ada penyimpangan karena dana Rp 900 juta dikeluarkan dari kas untuk pengadaan beras tetapi fisik berasnya tidak ada," kata Muib.
Dalam waktu dekat, imbuhnya, kedua tersangka akan dipanggil untuk didengar keterangannya. "Saksi-saksi masih kita periksa dan kedua tersangka akan segera diperiksa oleh penyidik Kejati NTT," kata Muib.
Syamsudin yang dikonfirmasi mengenai penetapan statusnya sebagai tersangka oleh jaksa tersebut, kemarin, mengatakan belum bisa memberikan penjelasan karena belum dipanggil untuk dimintai keterangannya oleh jaksa.

Dia mengatakan menghormati proses hukum yang sedang dilaksanakan penyidik jaksa. "Saya belum dipanggil untuk memberikan keterangan. Kalau dipanggil jaksa saya tentu siap memberikan keterangan sesuai yang dibutuhkan jaksa," katanya. (ben/amy) - Pos Kupang, Kamis, 10 Desember 2009
-------------------------

KUPANG, PK -- Kinerja penyidik kejaksaan di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dilihat dari lama penanganan kasus-kasus kriminal, masih sangat rendah. Proses penyelidikan dan penyidikan memakan waktu lama, terkesan berlarut-larut sehingga mengecewakan masyarakat.
Demikian penegasan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto, S,H dalam arahannya di hadapan para jaksa dan staf Kejaksaan Tinggi NTT saat memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia di kantor Kejati Tinggi NTT di Kupang, Rabu (9/12/2009).

"Saya melihat penanganan hukum oleh kejaksaan di NTT belum menggembirakan. Sering masyarakat kecewa karena penegakan hukum masih berlarut-larut. Jangan heran kalau masyarakat mulai tidak suka dan apatis terhadap penegahan hukum yang dilakukan kejaksaan. Oleh karena itu saya minta supaya penanganan kasus harus cepat, tidak boleh berlarut-larut," tegas Kajati Haryanto.

Aparat kejaksaan dituntut untuk cepat dalam memroses kasus-kasus pidana. "Jangan terlalu lama dalam menangani satu kasus karena masyarakat menunggu apa yang sudah kita lakukan. Kalau tahanannya hanya cukup 20 hari, ya harus dilakukan seperti itu. Jangan diperpanjang lagi sampai tiga kali. Saya minta tolong agar dalam bekerja harus efesien dan efektif, dan cepat sehingga penegakan hukum bisa berjalan dengan baik di NTT dan masyarakat akan percaya pada kita," katanya.

Dalam menangani suatu kasus, katanya, jaksa harus bertindak adil sesuai aturan hukum. "Kalau memang orang itu faktanya dituntut rendah ya...tuntutannya harus rendah sehingga masyarakat bisa percaya bahwa kejaksaan adil. Jangan sampai yang harusnya dihukum rendah lalu dituntut tinggi. Kalau memang seseorang tidak perlu ditahan, ya...jangan ditahan. Kalau ada jaksa yang berbuat seperti itu di NTT, maka maaf saya akan bertindak tegas," tegasnya.

Kepala Seksi (Kasi) Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati NTT, Muib, S,H yang ditemui terpisah, mengatakan, selama tahun 2009 kejaksaan di NTT menangani 37 kasus korupsi. Dari 37 kasus korupsi itu 20 kasus sudah memasuki tahap penuntutan (sedang proses sidang pengadilan) dan 17 kasus korupsi lainnya masih dalam proses penyidikan.

"Tidak ada kasus korupsi yang dihentikan penyidikannya oleh kejaksaan. Semuanya diproses sampai ke pengadilan," katanya.
Korupsi adalah musuh bersama, musuh peradaban yang harus diperangi bersama-sama oleh seluruh masyarakat.

Demikian intisari pesan yang disampaikan dalam aksi demonstrasi yang digelar di Kupang, kemarin, memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia.
Aksi demo digelar sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Korupsi ( Fraksi) NTT. Fraksi NTT terdiri dari sejumlah organisasi/lembaga yakni PMKRI, PIAR, PRD NTT, LMND, BPM FKIP UKW, KMK Hukum Undana, Sema Universitas Muhammadiyah Kupang, dan beberapa organisasi lainnya.

Aksi demo serupa digelar Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTT.
Salah satu orator Fraksi mengatakan, jika para koruptor dan para mafia hukum tidak diberantas maka masa depan bangsa akan suram. Fraksi menyerukan semua elemen masyarakat untuk bangkit bersama-sama memerangi praktek mafia hukum atau makelar kasus (markus) yang selalu menodai penegakan hukum di Indonesia.

Sementara massa KAMMI NTT menyerukan semua pihak untuk mengatakan "Tidak" pada korupsi. Korupsi adalah musuh bangsa, musuh pembangunan. Koruptor adalah pencuri uang rakyat yang harus dihukum.

KAMMI dalam aksinya membawa poster yang bertuliskan kalimat-kalimat yang intinya mengutuk praktik korupsi yang marak di NTT khususnya dan Indonesia umumnya.
Fraksi mendesak pemerintah untuk bersikap tegas dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme dengan menegakkan hukum yang adil.

"Bagi kami korupsi adalah musuh peradaban manusia. Karena itu kami ingin agar para koruptor dihabisi secepatnya,"t eriak Koordinator Fraksi, Bedy Roma dalam orasinya.

Pantauan Pos Kupang, para peserta aksi terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), kelompok kedua berasal dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan kelompok ketiga adalah Front Anti Korupsi (Fraksi) NTT yang merupakan gabungan dari 21 unsur organisasi mahasiswa dan LSM di Kupang.

Ketiga kelompok itu melakukan aksi dan orasi di lokasi yang berbeda. IMM melakukan aksi demo di sekitar Patung Kirab Remaja, Jalan El Tari II; KAMMI melakukan orasi di halte depan Bank Mandiri Kupang.

Sedangkan massa Fraksi melakukan long march dari Kampus Unwira menuju gedung DPRD Propinsi NTT. Mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan kecaman terhadap praktik-praktik korupsi yang masih merajalela..

Tiba di gedung DPRD NTT, massa Fraksi NTT diterima Wakil Ketua DPRD NTT, Liebert Foenay dan sejumlah anggota dewan, diantaranya Kornelis Soi dan Gabriel Beri Binna. Mereka duduk bersila di atas tanah lapang di halaman gedung DPRD NTT. Meski terik matahari menyengat, sejumlah anggota dewan dan ratusan massa bertahan hingga orator selesai membacakan pernyataan sikap. Inti pernyataan sikap mereka antara lain tentang penuntasan kasus Bank Century. (ben/den/aa) - Pos Kupang edisi Kamis, 10 Desember 2009
----------------------
KUPANG, PK -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT telah menetapkan Drs. Paulus Domi (mantan Bupati Ende), Drs. Mohamad Iskandar Mberu (manta Sekda Ende) dan Sam Matutina (pengusaha), sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana APBD Ende senilai Rp 3,5 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto, S.H mengatakan itu melalui Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati NTT, Muib, S.H, kepada Pos Kupang, Selasa (8/12/2009).
Tiga tersangka itu ditetapkan setelah dilakukan gelar perkara tersebut di Kejati NTT. Gelar perkara yang dipimpin langsung Kajati Haryanto itu dihadiri para asisten dan jaksa penyidik di Kejaksaan Tinggi NTT.

Dalam gelar perkara itulah ditetapkan bahwa yang paling bertanggung jawab atas bocornya dana APBD Ende selama dua tahun anggaran yang mencapai Rp 3,5 miliar itu adalah Paulinus Domi dan Iskandar Mberu selaku Bupati dan Sekda Ende saat itu. Sementara Sam Matutina adalah pengusaha yang meminjam dana sebesar Rp 3,5 miliar tersebut.

Penetapan status tersangka kepada tiga orang itu sesuai keterangan para saksi yang sudah diperiksa dan alat bukti lainnya. Pencairan dana Rp 3,5 miliar kepada Sam Matutina dilakukan tanpa prosedur yang benar.

"Semua saksi yang diperiksa penyidik mengatakan bahwa dana itu dikeluarkan atas perintah. 

Ketiga tersangka ini yang berperan aktif sehingga dana Rp 3,5 miliar itu dicairkan tanpa prosedur," kata Muib.

Menurut dia, ketiga tersangka tersebut akan segera diperiksa oleh penyidik Kejati NTT. "Kapan mereka diperiksa, belum ditetapkan waktunya, tetapi yang pasti ketiganya dalam waktu dekat ini akan diperiksa sebagai tersangka. Semua tersangka itu diperiksa di Kupang," katanya.
Diberitakan sebelumnya, dana Rp 3,5 miliar yang dipinjamkan kepada Sam Matutina itu adalah dana APBD Ende tahun anggaran 2005 dan 2008. Cairnya dana sebanyak itu diduga atas perintah Bupati dan Sekda Ende saat itu.

Mantan Bupati Ende, Paulinus Domi yang saat ini menjadi anggota DPRD Ende, yang ditemui beberapa waktu lalu, membantah memerintahkan pencairan uang tersebut.

"Saya tidak pernah mengeluarkan perintah untuk meminjamkan dana APBD Kabupaten Ende kepada siapa pun. Uang itu milik rakyat yang digunakan untuk kepentingan rakyat," tegas Domi di gedung DPRD NTT, Selasa (1/12/2009). (ben) - Pos Kupang 9 Desember 2009
----------------------
ENDE, PK---Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ende periode 2004-2009 kecolongan oleh tindakan Pemerintah Kabupaten Ende memberikan pinjaman uang kepada Sam Matutina. Secara lembaga, DPRD tidak pernah diberitahu oleh pemerintah ihwal pemberian pinjaman itu. DPRD baru mengetahui adanya pinjaman setelah dilakukan audit oleh BPK.

Anggota DPRD Kabupaten Ende, Justinus Sani, SE, mengatakan hal itu kepada Pos Kupang di Ende, Rabu (18/11/2009), ketika ditanya mengenai peran DPRD Kabupaten Ende periode 2004-2009 dalam proses pemberian pinjaman uang kepada pengusaha Sam Matututina senilai Rp 3,5 miliar.

Justinus mengatakan, sebagai lembaga yang bertugas untuk melakukan pengawasan keuangan daerah dan juga memiliki hak anggaran, semestinya DPRD Ende periode 2004-2009 harus tahu pemberian pinjaman oleh Pemkab Ende kepada pihak ketiga. Dia menyesalkan pinjaman itu baru diketahui DPRD Ende setelah adanya temuan BPK tahun 2008, padahal proses pemberian pinjaman terjadi sejak tahun 2005.

Ketika tahu ada pinjaman ke pihak ketiga itu, kata Justinus, DPRD Ende meminta penjelasan pemerintah, soalnya pinjaman seperti itu tidak dibenarkan. "Saat itu semua fraksi menolak pemberian pinjaman kepada pihak ketiga meskipun pada kenyataannya pinjaman telah diberikan pemerintah tanpa sepengetahuan DPRD Kabupaten Ende," kata Justinus.

Justinus mengatakan, kalau saat itu pemerintah jujur mengaku adanya pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, tidak mungkin DPRD Ende menyetujuinya. Karena APBD hanya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat sesuai yang telah direncanakan dalam rancangan APBD.

Justinus mengatakan, begitu rapinya pemerintah menutupi pemberian pinjaman kepada pihak ketiga agar tidak diketahui oleh DPRD Ende. Dalam laporan pertanggungjawaban mantan Bupati Ende, Drs. Paulinus Domi tahun anggaran 2008 pinjaman kepada pihak ketiga itu tidak muncul.

Justinus mengharapkan agar pemerintah menagih kembali uang pinjaman tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak. "Pemerintah telah membentuk Tim 
Pembendaharaan dan Ganti Rugi (TPGR), maka diharapkan tim tersebut dapat bekerja efektif untuk menagih kembali uang yang dipinjamkan kepada pengusaha Sam Matutina," kata Justinus.
Sementara anggota DPRD Ende periode 2009-2014, Armin Wuni Wasa, mengatakan, apa pun argumen yang dibangun pemerintah, yang namanya pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dengan sumber dana APBD tetap tidak dibenarkan. Karena itu Wasa mengharapkan pemerintah segera menagih uang tersebut.

Wasa sangat menyayangkan tindakan pemerintah yang terkesan ceroboh dalam memberikan pinjaman kepada pihak ketiga tanpa pernah melakukan kajian, terutama dari segi dampak dan proses pemberian pinjaman itu. "Saya berharap pemerintah dapat segera menagih dalam waktu dekat sehingga uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak, apalagi nilainya mencapai miliaran. Ironis memang, pada satu sisi pemerintah mengatakan bahwa uang daerah minim, namun pada sisi lain pemerintah justru memberikan pinjaman kepada pihak ketiga," kata Wasa.

Secara terpisah Kepala Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Kabupaten Ende, Abdul Syukur Muhamad, mengatakan, untuk menagih kembali uang yang dipinjamkan kepada pihak ketiga, Pemkab Ende telah membentuk tim yang dinamakan TPGR (Tim Pembendaharaan dan Ganti Rugi). Tim yang diketuai Plt. Sekda Ende, Drs. Bernadus Guru M.Si, itu bertugas mengklarifikasi dan menagih uang yang dipinjamkan kepada pihak ketiga itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, terkait kasus ini, Kejati NTT telah mengantongi tiga calon tersangka. Meski belum disebut secara resmi, sumber Pos Kupang menyebutkan tiga calon tersangka itu, yakni Drs. Paulinus Domi (mantan Bupati Ende), Drs. Iskandar Mberu (mantan Sekda Ende) dan Sam Matutina (pengusaha yang meminjam uang). (rom) - Pos Kupang edisi Kamis, 19 November 2009
-----------------------
KUPANG, PK--"Jangan lempar batu sembunyi tangan. Saya sudah memberikan tanggung jawab tapi semua lari. Semua harus dari saya, saya tidak kebal hukum. Saya siap bertanggung jawab," kata mantan Bupati Ende, Paulinus Domi, saat ditemui di Gedung DPRD NTT, Jalan El Tari, Kupang, Selasa (17/11/2009).

Menurut Domi, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD NTT, ada pihak lain yang lari dari tanggung jawab terhadap dugaan kebocoran dana APBD Ende Rp 5 miliar. Anggota Fraksi Partai Golkar ini menyatakan siap memberikan keterangan kepada penyidik Kejaksaan Tinggi NTT. Namun Domi mengaku belum ada panggilan dari penyidik.

Di hadapan aparat penegak hukum, kata Domi, dia akan membuka sebenarnya siapa-siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus itu. "Saya akan buktikan di hadapan penegak hukum, apakah saya yang salah atau pihak lain yang mendapat kepercayaan. Kita lihat nanti di hadapan hukum," kata Domi.

Apa urgensinya pemerintah meminjamkan dana APBD kepada pihak ketiga? "Ini akan saya jelaskan kepada aparat penegak hukum. Sebagai kepala wilayah saat itu, saya patut menjelaskan siapa yang diberi kepercayaan mengurus itu, lalu hasilnya seperti apa," kata Domi.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, seperti diberitakan kemarin, telah mengantongi tiga nama calon tersangka dalam kasus bobolnya dana APBD Kabupaten Ende, senilai Rp 5 miliar. Meski belum disebut secara resmi, sumber Pos Kupang menyebut tiga calon tersangka itu, yakni Drs. Paulinus Domi, Drs. Iskandar Mberu (mantan Sekda Ende) dan Sam Matutina (pengusaha Ende).

Dari gelar perkara kasus ini di Kejati NTT, Senin (16/11/2009), tiga orang ini dinilai sangat berperan dalam kebocoran dana APBD Ende Tahun Anggaran 2005, 2006 dan 2008.
Siap diperiksa

Dari Ende dilaporkan, mantan Sekda Ende, Drs. Iskandar M. Mberu, mengaku belum mendapat surat panggilan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT di Kupang. Apabila dipanggil, ujar Mberu yang ditemui di Ende, Selasa (17/10/2009), maka dirinya siap memberikan keterangan.

Mberu meminta penyidik kejaksaan memeriksanya di Ende, karena dirinya sudah pensiun. "Kalau boleh saya diperiksa di Ende, karena saat ini saya sudah pensiun. Jika diperiksa di Kupang, saya harus mengeluarkan biaya pribadi dan selama di Kupang juga harus mengeluarkan biaya penginapan dan makan serta berbagai kebutuhan lain, namun kalau itu menjadi tanggungan kejaksaan, tidak masalah," ujarnya.

Soal aliran dana yang berujung pada pemberian pinjaman kepada Sam Matutina, Mberu mengatakan, hal tersebut akan diberitahu pada saat pemeriksaan oleh aparat kejaksaan. Menurutnya, tidak etis kalau dibuka kepada wartawan.

Mberu menegaskan, secara pribadi dia tidak menikmati sedikit pun uang yang dipinjamkan kepada Sam Matutina. Bahkan semenjak dirinya pensiun dari Sekda Ende, dia tidak pernah berurusan lagi dengan Sam Matutina.

Tentang dirinya yang ditetapkan sebagai calon tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT di Kupang, Mberu mengatakan, itulah konsekuensi logis dirinya sebagai seorang mantan pejabat. 

Sebagai mantan pejabat, tentu dia dianggap tahu tentang soal kebocoran dana APBD tersebut, namun untuk kejelasan duduk persoalan yang sebenarnya, Mberu akan memberitahukan kepada aparat kejaksaan apabila diperiksa nanti.

Sam Matutina, pengusaha yang disebut-sebut menjadi calon tersangka dalam aliran dana APBD Kabupaten Ende, belum berhasil ditemui di Ende. Bahkan tempat usahanya di Jalan Kelimutu-Ende berupa hotel telah berpindah tangan kepada pemilik lain. Sam Matutina saat ini kemungkinan sudah tidak berada di Ende. Kemungkinan yang bersangkutan ada di Kupang atau Jakarta. (gem/rom) - Pos Kupang edisi Rabu, 18 November 2009.
--------------------------

KUPANG, POS KUPANG.Com--Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) telah mengantongi tiga nama calon tersangka dalam kasus bobolnya dana APBD Kabupaten Ende, senilai Rp 5 miliar.

Meski belum disebut secara resmi, sumber Pos Kupang menyebut tiga calon tersangka itu, yakni Drs. Paulinus Domi, Drs. Iskandar Mberu dan Sam Matutina.

Dari gelar perkara kasus ini di Kejati NTT, Senin (16/11/2009), Drs. Paulinus Domi (mantan Bupati Ende), Drs. Iskandar Mberu (mantan Sekda Ende) dan Sam Matutina (pengusaha di Ende) dinilai sangat berperan dalam kebocoran dana APBD Ende Tahun Anggaran 2005, 2006 dan 2008.
Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Faried Hariyanto, SH, melalui Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi, NTT, Muib, SH, kepada wartawan usai gelar perkara kasus ini, kemarin, menjelaskan, sesuai hasil gelar perkara yang dipimpin langsung Kajati NTT, Faried Hariyanto, kasus dugaan pembobolan dana APBD Kabupaten Ende senilai Rp 5 miliar ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.

"Yang menjadi tersangka itu adalah orang-orang penting saat itu. Siapa pun yang terlibat dalam kasus ini akan kita tindak secara hukum. Kita akan libas semuanya sesuai target Pak Kajati. Calon tersangka sudah kita pegang, tinggal kita libas," tegas Muib.

Beberapa kali Muib menyebut nama tiga calon tersangka dalam kasus ini. "Tiga nama calon tersangka itu sudah dikantongi Kejati NTT. Pokoknya mereka yang bakal menjadi tersangka itu adalah orang-orang penting saat itu maupun saat ini," ujar sumber itu.

Sesuai keinginan Kajati NTT, kata Muib, kasus dugaan korupsi yang menyebabkan bobolnya dana APBD Kabupaten Ende ini harus diproses secepat mungkin. Karena itu, kata Muib, dalam waktu dekat beberapa pihak yang menjadi calon tersangka akan segera dipanggil untuk diperiksa.
Dalam kasus ini, kata Muib, sejumlah pimpinan bank di Kabupaten Ende telah dimintai keterangannya oleh penyidik Kejaksaan Tinggi NTT, kemarin. Empat pegawai di Setda Ende juga sudah dimintai keterangannya.

Ketika ditanya tentang perlunya izin pemeriksaan terhadap Drs. Paulus Domi yang kini menjabat sebagai anggota DPRD NTT kalau yang bersangkutan ditetapkan menjadi tersangka, Muib mengatakan, apabila prosedur hukumnya seperti itu, maka penyidik kejaksaan akan mengajukan izin kepada Mendagri untuk memeriksa mantan Bupati Ende dua periode itu.

"Tidak ada masalah. Kalau prosedur hukum seperti itu, kita akan lakukan. Dalam kasus ini kita akan tangani secara profesional. Siapa saja yang terlibat akan kita proses," tegas Muib.

Untuk diketahui, dari hasil audit BPK RI ditemukan kebocoran dana ABPD Ende mencapai Rp 5 miliar lebih. Hasil temuan itu kini sedang dalam proses pengusutan aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Pihak Kejati NTT sudah mengatakan bahwa ada dugaan mantan pejabat dan pejabat pentung di Ende yang terlibat dalam kasus tersebut.

Data yang diperoleh Pos Kupang dari Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Ende menyebutkan, kebocoran dana tersebut sebagian besar akibat dipinjamkan ke pengusaha Sam Matutina, sejumlah SKBP, tim evakuasi bangkai KM Nusa Damai, dan juga partai politik. Selain itu, dari total kebocoran Rp 5 miliar lebih itu, sebagian lain juga akibat penyalahgunaan oleh oknum PNS setempat.

Dinas PKAD Ende sudah membentuk tim untuk melakukan penagihan. Apabila langkah penagihan tidak membuahkan hasil, maka tim akan merekomendasikan ke aparat penegak hukum untuk menempuh langkah penegakan hukum.

Kepala Dinas PKAD Ende, Abdul Syukur Muhamad, mengatakan, pengusaha Sam Matutina yang meminjam uang di Pemkab Ende sebesar Rp 3,5 miliar lebih, baru mengembalikan Rp 10 juta. "Ya, saya ada lihat bukti transfer uang dari Sam Matutina sebesar Rp 10 juta untuk mengembalikan pinjaman kepada Pemkab Ende," kata Abdul. (ben/gem) - Pos Kupang edisi Selasa, 17 November 2009
---------------------
ENDE, PK -- Mantan Bupati Ende, Drs. Paulinus Domi dan DPRD Ende periode 2004-2009 harus bertanggung jawab atas bocornya dana APBD Ende sebesar Rp 5 miliar. Sebab karena tanpa peran mereka tidak mungkin terjadi kebocoran APBD selama tiga tahun anggaran.

Demikian ditegaskan anggota DPRD Kabupaten Ende periode 2009-2014, Gabriel Dalla Ema, Sabtu (14/11/2009). Dia dimintai tanggapannya mengenai kebocoran dana APBD Ende selama tiga tahun, yaitu APBD 2005, 2006 dan 2008. Sebagian besar kebocoran dana itu akibat dipinjamkan kepada pihak ketiga.

"Pejabat di eksekutif yang menandatangani pemberian pinjaman harus bertaunggung jawab. Sedangkan mantan Bupati Domi sebagai atasan langsung dan juga DPRD Ende periode sebelumnya yang ikut menyetujui pemberian pinjaman, juga harus bertanggung jawab karena tanpa peran mereka tidak mungkin terjadi kebocoran dana APBD itu," tandas Gabriel.

Dia mengatakan, apa pun alasannya, kebijakan meminjamkan dana APBD kepada pihak ketiga tidak dibenarkan. Sebab, APBD APBD harus digunakan untuk kepentingan pembangunan bukan untuk dipinjamkan kepada pihak lain.

Dikatakannya, sesuai aturan dan prosedur yang berlaku dana APBD dapat digunakan untuk kebutuhan mendadak apabila terjadi satu hal-hal darurat seperti bencana alam. Itu pun, setelah pemanfaatannya harus dipertanggungjawabkan secara resmi kepada DPRD.

Pemberian pinjaman kepada pihak ketiga tidak masuk dalam kategori kebutuhan mendadak sehingga tidak dibenarkan.

"Dana APBD itu bukan seperti dana di bank yang bisa dipinjamkan. Kalau ada pengusaha mau pinjam uang, suruh saja pinjam di bank," kata Gabriel.

Dia meminta aparat penegak hukum secara serius memroses hukum kasus itu. Kepada pengusaha yang meminjam dana APBD, katanya, harus segera dikembalikan karena dana yang dipimjam itu adalah uang rakyat yang semestinya dipergunakan untuk kepentingan rakyat banyak.

Secara terpisah Kepala Dinas (Kadis) Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Kabupaten Ende, Abdul Syukur Muhamad mengatakan, pengusaha Sam Matutina yang meminjam uang di Pemkab Ende sebesar Rp 3,5 miliar lebih, baru mengembalikan Rp 10 juta.
"Ya saya ada lihat bukti transfer uang dari Sam Matutina sebesar Rp 10 juta untuk mengembalikan pinjaman kepada Pemkab Ende," kata Abdul.

Untuk diketahui, hasil audit BPK RI menemukan kebocoran dana ABPD Ende mencapai Rp 5 miliar lebih. Hasil temuan itu kini sedang dalam proses pengusutan aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Pihak Kejati NTT sudah mengatakan bahwa ada dugaan mantan pejabat dan pejabat pentung di Ende yang terlibat dalam kasus tersebut.

Data yang diperoleh Pos Kupang dari Dinas PKAD Ende, kebocoran dana tersebut sebagian besar akibat dipinjamkan ke pengusaha Sam Matutina, sejumlah SKBP, tim evakuasi bangkai KM Nusa Damai, dan juga partai politik. Selain itu, dari total kebocoran Rp 5 miliar lebih itu, sebagian lain juga akibat penyalahgunaan oleh oknum PNS setempat.

Pihak PKAD sudah membentuk tim untuk melakukan penagihan. Apabila langkah penagihan tidak membuahkan hasil maka tim akan merekomendasikan ke aparat penegak hukum untuk menempuh langkah penegakan hukum. (rom) - Pos Kupang edisi Senin, 16 November 2009
------------------
ENDE, PK -- Kebocoran dana APBD Kabupaten Ende yang saat ini sedang diselidiki aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT adalah dana yang dipinjamkan ke pihak ketiga dan penyalahgunaan oleh oknum PNS.

Jumlah dana APBD yang bocor selama tiga tahun anggaran (2005, 2006 dan 2008), tidak hanya Rp 3,5 miliar melainkan Rp 5 miliar. Dari jumlah itu Rp 3.540.000,000 dipinjamkan kepada pengusaha Sam Matutina dan sekitar Rp 2 miliar berupa penyimpangan oleh oknum PNS.
Demikian informasi yang dikumpulkan Pos Kupang di Ende, Kamis (12/11/2009).

Kepala Dinas (Kadis) Pendapatan dan Keuangan Daerah, Abdul Syukur yang ditemui beberapa waktu lalu, pernah mengatakan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir Pemerintah Kabupaten Ende telah memberikan pinjaman uang kepada pihak ketiga baik masyarakat umum dan pengusaha senilai Rp 5 miliar lebih, di ntaranya Rp 3,5 miliar lebih kepada pengusaha Sam Matutina dan sisanya kepada masyarakat umum dan juga oknum PNS. "Kalau untuk oknum PNS itu bukan pinjaman namun penyalahgunaan keuangan," katanya.

Abdul mengatakan, peminjaman uang oleh pemerintah kepada pihak ketiga sebenarnya wajar-wajar saja namun yang jadi pertanyaan adalah prosedur peminjaman itu apakah dipayungi oleh peraturan atau tidak. Jika pinjaman tidak ada aturan yang menjadi payung hukum, katanya, maka itu dikategorikan pelanggaran. "Ketika saya masih jadi Kadis Koperasi, dinas itu kerap memberikan pinjaman kepada masyarakat karena memang telah diberikan rambu-rambu yang memperbolehkan pemberian pinjaman, namun kalau yang non-dinas seperti di kantor bupati rasanya tidak ada ketentuan untuk memberikan pinjaman," kata Abdul.

Abdul yang baru menjabat selaku Kepala Dinas Pendapatan Daerah dan Keuangan Kabupaten Ende itu, mengatakan, proses pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dikategorikan melanggar ketentuan karena selain tanpa sepengetahuan DPRD Ende selaku pemegang hak budget, juga tidak ada regulasi yang mengatur bahwa pemerintah diperbolehkan memberikan pinjaman begitu saja kepada pengusaha.

"Kalau pinjaman dalam arti ada kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan dan juga sepengetahuan dewan, tentu konteksnya lain. Namun pinjaman yang diberikan selama ini tanpa sepengetahuan dewan dan juga tidak ada kerja sama, jadi diketagorikan pelanggaran," jelasnya.

Guna mengusut kebocoran uang yang diakibatkan pinjaman tersebut, lanjutnya, pemerintah membentuk tim Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPGR). Tim diketui oleh Plt. Sekda Ende, Drs. Bernadus Guru. Ada dua tugas utama, yakni melakukan penagihan dan mengeluarkan rekomendasi kepada penegak hukum apabila penagihan tidak membuahkan hasil.
Abdul mengatakan, tim tersebut juga mengusut keterlibatan PNS/pejabat yang berperan dalam memberikan pinjaman kepada pengusaha. Abdul juga mengatakan sudah meminta klarifikasi kepada pengusaha, Sam Matutina yang meminjam uang pemerintah dan yang bersangkutan menyatakan akan mengembalikan uang tersebut dengan cara mencicil.

Sementara itu, anggota DPRD Ende yang juga Ketua Lembaga Anti Korupsi (LAK) NTT, Gabriel Dalla Ema, Kamis (12/11/2009), meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus penyalahgunaan APBD Ende tersebut. "Jangan main-main dengan uang rakyat," tegasnya. (rom) - Pos Kupang, 13 November 2009
----------------
KUPANG, PK -- Aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini sedang menyelidiki kebocoran ABPD Kabupaten Ende selama tiga tahun anggaran yang mencapai Rp 3,5 miliar. Kebocoran dana diduga akibat dikorupsi. Beberapa pejabat dan mantan pejabat penting di Ende diduga terlibat.

Penyelidikan kasus tersebut dipimpin Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) NTT, Suhardi, S.H. Kepada wartawan di kantor Kejati NTT, Jalan Adhyaksa-Kupang, Rabu (11/11/2009), Suhardi mengatakan, penyelidikan kasus itu sudah dimulai sejak beberapa waktu lalu.

Kebocoran dana APBD Ende itu terjadi selama tiga tahun anggaran yakni 2005, 2006 dan 2008. Dari tiga tahun anggaran tersebut, total dana yang tidak dapat dipertangungjawabkan mencapai Rp 3,5 miliar. Salah satu sumber kebocoran berasal dari pos anggaran tidak tersangka.

"Tapi bisa saja nilai kerugian negara lebih dari Rp 3,5 miliar, karena proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait masih sedang berlangsung," kata Suhardi.

Ditanya siapa saja pejabat dan mantan pejabat penting di Ende yang terlibat dalam kasus itu, Suhardi mengatakan bahwa pada saatnya akan disampaikan kepada wartawan untuk dipublikasikan.

Sejauh ini, katanya, jaksa sudah meminta keterangan empat orang saksi dari Setda Kabupaten Ende.

"Sudah empat orang yang diperiksa sebagai saksi," kata Suhardi yang saat itu didampingi Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi NTT, Muib, S,H.

Dia menegaskan bahwa kasus itu akan diusut sampai
tuntas dan pihak-pihak yang terlibat akan diproses hukum dan ditahan di Kupang.
Sumber Pos Kupang menyebutkan, kebocoran dana itu terjadi karena pengeluaran atau pemanfaatan dana itu tidak melalui prosedur yang benar. Sebagian besar dana ditransfer ke rekening orang tertentu atas perintah pejabat dan mantan pejabat penting di Ende. Dan, petugas yang diperintahkan untuk mentrasfer uang tersebut sudah diperiksa dan mengakuinya. (ben) - Pos Kupang 12 November 2009
--------------
MAUMERE, PK -- Mantan Bupati Sikka, Drs. Alexander Longginus yang didakwa dan dituntut melakukan tindak pidana korupsi dana purna bhakti DPRD Kabupaten Sikka periode 1999-2004, divonis bebas dari dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Maumere, Senin (9/11/2009) siang.

Majelis hakim berpendapat, Longginus tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi karena itu dia dinyatakan bebas. Menyikapi putusan hakim itu, tim JPU dari Kejari Maumere menyatakan pikir-pikir, apakah menerima atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Majelis hakim yang menyidangkan kasus ini dipimpin langsung Ketua PN Maumere, PM Silalahi, S.H,M.H, didampingi dua hakim anggota, A Damanik, S.H dan Lorens Tampubolon, S.H.
Dalam sidang kemarin, terdakwa Alex Longginus didampingi penasehat hukumnya, Marianus Moa, S.H dan Marianus Laka, S.H. Tim JPU yang hadir adalah M Takdir Suhan, S.H. Sidang dipadati pengunjung, sebagian besar adalah anggota keluarga terdakwa.

Sidang dengan agenda pembacaan putusan itu berlangsung sekitar empat jam lebih, dimana para hakim secara bergantian membacakan putusan.

"Kalau mengantuk, kamu bisa ke Hotel Pelita atau Hotel Silvia untuk tidur, karena di sini bukan tempat untuk tidur. Jadi kalau ada di sini, ikuti sidang dan bukan tidur," tegur hakim Silalahi demi melihat pengunjung sudah yang mengantuk dan ketiduran dalam ruang sidang.
Dalam pertimbangan hukum putusannya, hakim menyatakan bahwa apa yang dilakukan terdakwa Longginus dalam kaitan dengan pemanfaatan dana purna bakti dewan, sesuai dengan kewenangannya selalu Bupati Sikka saat itu. Negara tidak dirugikan.

Karena itu dalam amar putusannya majelis hakim menegaskan bahwa pertama, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan elanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan kerugian bagi negara. Kedua, membebaskan terdakwa dari semua tuntutan jaksa, baik primer maupun subsidair. Ketiga, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Keempat, mengembalikan 54 barang bukti yang digunakan dalam persidangan ini kepada jaksa penuntut umum untuk dipakai lagi dalam sidang kasus yang sama dengan terdakwa mantan sekda dan 27 mantan anggota DPRD Sikka periode 1999-2004. Kelima, membebankan biaya perkara ini kepada negara.

Usai membacakan amar putusan itu hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum dan terdakwa menyatakan sikap. Jika ada yang tidak puas terhadap putusan tersebut dipersilahkan mengajukan kasasi ke MA. JPU M Takdir Suhan menyatakan masih pikir-pikir sementara terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan menerima putusan hakim tersebut.

Menyambut vonis bebas tersebut, sanak keluarga terdakwa yang menghadiri sidang tersebut langsung memberikan ucapan selamat kepada terdakwa Alec Longginus. Bahkan ada yang meneteskan air mata. (bb)
Amar Putusan Hakim:
  • Pertama, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan elanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan kerugian bagi negara.
  • Kedua, membebaskan terdakwa dari semua tuntutan jaksa, baik primer maupun subsidair.
  • Ketiga, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
  • Keempat, mengembalikan 54 barang bukti yang digunakan dalam persidangan ini kepada jaksa pwnuntut umum untuk dipakai lagi dalam sidang kasus yang sama dengan terdakwa mantan sekda dan 27 mantan anggota DPRD Sikka periode 1999-2004.
  • Kelima, membebankan biaya perkara ini kepada negara.
Pos Kupang edisi Selasa, 10 November 2009
-------------------

KALABAHI, PK -- Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Alor non aktif, Ir. Sumardin Sutiyo divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi terkait kasus penggelapan besi tua milik Dinas PU Propinsi NTT. Vonis satu tahun juga dijatuhkan majelis hakim PN Kalabahi terhadap Sutrisno Gorang alis Lolong.

Vonis Majelis Hakim PN Kalabahi ini dibacakan dalam sidang Jumat (6/10/09). Sidang dimulai sejak pukul 14.00 Wita hingga pukul 16.30 Wita, dihadiri sanak keluarga dari kedua terdakwa. Sidang dipimpin Hakim Ketua, Sutio J Akhirno, S.H, M.Hum, didampingi Hakim Anggota, Stefanus Y Ariswendi, S.H, dan Popi Juliyani, S.H. Juga hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU), Toni Yuswanto, S.H.

Sementara kedua terdakwa didampingi penasehat hukum mereka, Muhammad Dong Umar, S.H. Pembacaan putusan kedua terdakwa dilakukan secara terpisah.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, terdakwa Sutiyo secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama atau korporasi. Perbuatan terdakwa telah merugikan negara.

Perbuatan terdakwa, demikian majelis hakim, melanggar Undang-Undang Anti Korupsi, sehingga terdakwa harus divonis satu tahun penjara.

Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakukan pada saat pemerintah sedang gencar-gencarnya memberantas tindak pidana korupsi. Sedangkan pertimbangan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mempunyai tanggungan, tidak menikmati hasil perbuatannya serta bersikap sopan selama persidangan.

Setelah mendengar putusan majelis hakim dan berkonsultasi dengan penasehat hukumnya, Sutiyo menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim tersebut. Sementara JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa 1,2 tahun penjara juga menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.

Menanggapi pernyataan terdakwa, majelis hakim memberikan waktu selama tujuh hari kepada terdakwa. Jika dalam waktu tujuh hari itu terdakwa tidak menyatakan sikap maka terdakwa dianggap menerima putusan.

Sementara terdakwa Lolong dalam amar putusan majelis hakim juga menyatakan bersalah telah melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara.

Dalam putusan yang dibacakan secara bergantian antara hakim Sutio J Akhirno, S.H.M.Hum dan Stefanus Y Ariswendi, S.H, majelis hakim memutuskan Lolong dihukum penjara selama satu tahun dan denda Rp 1,5 juta sibsider dua bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, terdakwa Lolong didenda Rp 1,5 juta karena telah menikmati hasil dari jualan barang rongsokan itu senilai Rp 1,5 juta. Sedangkan terdakwa Sutiyo tidak didenda karena tidak menikmati hasil dari tindakannya.

Pertimbangan yang memberatkan, demikian majelis hakim, terdakwa melakukan tindakan korupsi pada saat pemerintah sedang gencar-gencar memberantas korupsi serta menikmati hasil korupsi. Sementara pertimbangan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mempunyai tanggungan keluarga serta bersikap sopan selama persidangan.

Setelah mendengar putusan majelis hakim, terdakwa menyatakan pikir - pikir. Majelis hakim juga memberikan waktu kepada terdakwa selama tujuh hari untuk mengambil sikap terhadap putusan tersebut. (oma) - Pos Kupang 9 November 2009
-------------------
SOE, PK - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) SoE memvonis mantan Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Drs. Daniel Andreas Banunaek, M.A, tiga tahun penjara, Kamis (5/11/2009) sore.

Dalam sidang putusan di PN SoE yang dipimpin Maurid Sinaga, S.H, M.Hum, Kamis kemarin, Daniel Banunaek terbukti bersalah melakukan tindak pidana menebang pohon (illegal logging) atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang di Kawasan Hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara, Kabupaten TTS.
Selain dipidana penjara tiga tahun, Bupati TTS periode 2003-2008 itu, juga dijatuhi denda sebesar Rp 20 juta subsidair tiga bulan kurungan. Putusan majelis hakim lebih ringan dua tahun dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Daniel Banunaek lima tahun penjara.
Amar putusan setebal 110 halaman itu dibacakan bergantian oleh Majelis Hakim PN SoE yang diketuai Maurid Sinaga, didampingi dua anggotanya, Sarlota M Suek, S.H dan Amin Imanuel Bureni, S.H. Hadir dalam pembacaan putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) SoE, Suhadi, S.H.

Menurut majelis hakim, Banunaek terbukti melanggar pasal 78 ayat 5 jo pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja secara bersama-sama menebang pohon atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menguraikan sesuai fakta persidangan semua unsur pasal yang didakwakan kepada Daniel Banunaek terpenuhi. Misalnya, unsur dengan sengaja terpenuhi karena perbuatan terdakwa merencanakan dan memerintahkan serta mengarahkan sehingga dilakukannya penebangan pohon jati di Kawasan Hutan Fatuanas.

"Penebangan pohon-pohon jati di Kawasan Hutan Fatuanas, Desa Lilo tanpa melalui prosedur yang berlaku sesuai PP Nomor 34 Tahun 2002. Dan, pada intinya memang disadari terdakwa dan dikehendaki terdakwa sebagai pejabat Bupati TTS saat itu," papar Bureni, salah satu anggota majelis hakim saat membacakan amar putusan.

Tentang menebang atau memungut hasil hutan, majelis berpendapat, unsur itu terpenuhi lantaran adanya kerja sama antara terdakwa, mantan Kadishut, Drs. Jhon Mella dan PT Guntur Kusuma sehingga penebangan itu terjadi. Tak hanya itu, saat penebangan terjadi belum mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan RI.

Terkait unsur tanpa miliki izin dari pejabat berwenang, majelis menyatakan unsur itu terbukti lantaran penebangan kayu jati itu hanya berdasarkan perjanjian kerjasama antaran Pemkab TTS dengan PT Guntur Kusuma. Sehingga sangatlah nyata dan jelas tidak dibenarkan menurut aturan dan ketentuan yang berlaku.

Mengenai unsur sebagai orang yang melakukan atau menyuruh, lagi-lagi majelis hakim menyatakan unsur itu terpenuhi. Dalihnya, rangkaian penebangan itu bermula ketika terdakwa memberikan perintah lisan kepada mantan Kadishut TTS, Jhon Mella melakukan survai penebangan pohon kayu jati.

Sementara itu hal-hal yang memberatkan terdakwa, perbuatan terdakwa telah merusak ekosistem hutan dan menimbulkan kerugian bagi negara. Untuk hal yang meringankan terdakw bersikap sopan, berterus terang atas perbuatannya dan memiliki tanggung jawab terhadap istri dan anak-anak yang masih sekolah.

Terhadap putusan itu Daniel Banunaek yang didampingi dua penasehat hukumnya, Anton Mone, S.H dan Melky Talan, S.H menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi NTT di Kupang. Agenda pembacaan putusan itu disaksikan beberapa anak dan sanak keluarga terdakwa. Tidak hanya itu, belasan aparat Polres TTS turut mengikuti jalannya persidangan. (aly)
Kronologi Kasus Illegal Logging TTS
* 14 Mei 2004: Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Direktur Utama PT Guntur Kusuma asal Surabaya, Suharso Kusuma, di rumah pribadi Bupati TTS di Kupang. Sebagai saksi yang ikut menandatangani MoU itu, Alexander Kase dan Benidictus Subagiyo. Dalam MoU itu disepakati target penebangan akan dilakukan dari tahun 2004 hingga tahun 2009.
* Agustus 2004: DPRD TTS periode 1999-2004 menerima usulan Pemkab TTS yang memasukkan target PAD sebesar Rp 6 miliar untuk penanggulangan pengamanan pemilihan presiden. Dana sebesar Rp 6 miliar dihasilkan dari penebangan kayu jati tersebut.
* 3 - 12 November 2004: Louis Yermias Da Costa cs sebagai penanggung jawab lapangan kegiatan penebangan melakukan penebangan 211 pohon jati di hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kabupaten TTS. Dari 211 pohon jati yang ditebang setelah diolah menjadi 387 gelondong.
* Akhir November 2004: 387 gelondong kayu jati yang ditebang Louis, cs dari kawasan Hutan Fatuanas diamankan Dinas Kehutanan karena tidak ada izin penebangan kayu tersebut. Polisi langsung mengambil alih penanganan kasus itu.
* Januari 2005 - Maret 2005: Aparat penyidik Polres TTS telah memeriksa 21 saksi termasuk pengusaha asal Surabaya, Suharso Kusumo, dan Kepala Dinas Kehutanan, Ir. John Mella. Dari keterangan saksi diperoleh keterangan kayu ditebang tanpa izin dari pihak yang berwenang.
* 18 Januari 2006: Polisi menetapkan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten TTS, Ir. John CHR Mella sebagai tersangka dalam kasus ini. Tidak hanya itu, polisi juga telah menetapkan penanggung jawab lapangan kegiatan penebangan, Louis Yermias da Costa sebagai tersangka.
* Mei 2007: Juru bicara kepresidenan RI, Andi Malarangeng menyatakan presiden telah menandatangani persetujuan izin pemeriksaan terhadap Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek sebagai saksi dalam kasus penebangan kayu jati ini. Namun dari Polda NTT membantah pernah mengajukan permohonan izin pemeriksaan Bupati TTS. Polda NTT hanya mengajukan izin pemeriksaan terhadap Wabup TTS, Drs. Pieter R Lobo. Dan setelah dicek di Mabes Polri, Polres TTS hanya mendapatkan izin pemeriksaan Wabup TTS, Drs. Pieter R Lobo, sedangkan izin pemeriksaan Bupati TTS tidak ada.
* 12 Juni 2007: Wakil Bupati TTS, Drs. Pieter R Lobo, M.Si diperiksa aparat penyidik Polres TTS sebagai saksi dalam kasus itu. Dalam pemeriksaan itu, Lobo menyatakan, ia tidak tahu persoalan penebangan kayu jati tersebut.
* 5 April 2008: Kapolres TTS, AKBP Suprianto melalui Kasat Reskrim, AKP Sandy Sinurat menyatakan, penyidik Polres TTS sudah bersurat ke Polda NTT sebanyak tigakali untuk meminta izin pemeriksaan dari Presiden RI, SBY, terhadap Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek, MA, namun hingga kini kejelasan surat izin itu tak kunjung tiba.
* 28 Juni 2008: Polres TTS telah menggelar penanganan kasus illegal logging
penebangan 387 gelondong kayu jati di kawasan Hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara di Markas Besar Polri beberapa waktu lalu. Kasus itu digelar karena menjadi salah satu perhatian bagi Polri.
* 2 Juli 2008: Aparat penyidik Polres TTS telah melimpahkan berkas tersangka Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten TTS, Jhon Mella ke jaksa penuntut umum Kejari SoE. Berkas tersangka kasus illegal logging penebangan 387 gelondong kayu jati di hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara itu dilimpahkan setelah polisi memeriksa sejumlah saksi.
* 13 Juli 2008: Kejari SoE meminta Polres TTS harus menjadikan Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek, MA dan Wakil Bupati TTS, Drs. Pieter R Lobo, M.Si sebagai tersangka dalam kasus illegal logging penebangan 387 gelondong kayu jati di Hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara. Permintaan itu disampaikan Kejari SoE dalam petunjuknya terkait pengembalian berkas tersangka Kepala Dinas Kehutanan TTS, Drs. Johanis Christofel Mella, M.Si dalam kasus tersebut yang ditujukan kepada Polres TTS.
* 10 September 2009: Mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten TTS, Drs. Johanis Christofel Mella dituntut 4 tahun penjara oleh JPU Kejari TTS.
* 16 September 2009: Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Brigjen Polisi Antonius Bambang Suedi, MM. S.H, melalui Kabid Humas Polda NTT, Kompol Marthen Radja, pihaknya sudah menerima surat dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memeriksa Bupati TTS, Drs. Daniel Banunaek sebagai saksi dalam kasus illegal logging kayu jati di wilayah TTS.
* 22 September 2008: Selama 4,5 jam Banunaek diperiksa sebagai saksi dalam kasus illegal logging penebangan 211 kayu jati di kawasan Hutan Fatuanas.
* 14 Oktober 2009: Mantan Kadishut TTS, Drs. Johanis Christofel Mella divonis dua tahun 10 bulan oleh Ketua Majelis Hakim PN SoE, Maurid Sinaga, S.H.
* 14 Oktober 2009: JPU Kejari SoE, Suhadi, S.H, menuntut mantan Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek lima tahun penjara dalam kasus illegal logging penebangan 211 kayu jati di kawasan hutan Fatuanas.
* 5 November 2009: Majelis Hakim Pengadilan Negeri SoE memvonis bersalah mantan Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek, MA dengan hukuman tiga tahun penjara. (ati/dok Pos Kupang) - Pos Kupang, 6 November 2009
----------------------------------
LARANTUKA, POS KUPANG.Com---Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka, Jumat (30/10/2009), menahan dua wartawan yang bertugas di Flores Timur (Flotim), yakni Petrus Peren Lamanepa dan Yoseph Kilat Krowin.

Keduanya ditahan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi APBD Flotim tahun anggaran (TA) 2007 dengan pos anggaran bantuan pers senilai Rp 30 juta lebih.

Lamanepa dan Krowin kini dititip di Rumah Tahanan (Rutan) Larantuka. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Larantuka, Albert Iwan Kapuy, SH, yang dihubungi Pos Kupang, Jumat (30/10/2009), di Larantuka membenarkan penahanan kedua insan pers itu. Kapuy mengakui, keduanya ditahan setelah melalui proses penyidikan yang panjang.

"Penyidik telah memeriksa keduanya setelah ada laporan sejak tahun 2008 lalu dan juga temuan Banwas dan KPK. Dan, sekarang berkas mereka baru rampung, karena itu kami memanggil mereka untuk melakukan pemeriksaan. Dari pemeriksaan itu, keduanya langsung kami tahan," kata Kapuy.

Sebelumnya di ruang kerjan belum lama ini, Kapuy menjelaskan bahwa kedua tersangka telah menyalahgunakan keuangan daerah dengan mengatasnamakan kegiatan jurnalistik. Modusnya, keduanya memasukkan proposal atas nama organisasi Persatuan Wartawan Flores (PWF) meminta dana dana untuk mengadakan pelatihan jurnalistik.

Dalam perjalanan, kata Kapuy, organisasi induk PWF yang pusatnya di Ende menggugat karena PWF belum memiliki cabang di daerah-daerah. Artinya, tindakan kedua wartawan mengatasnamakan PWF tersebut dinilai ilegal alias fiktif.

"Atas dasar ini penyidik menelusuri, dan ditemukan dalam proposal itu ada kegiatan jurnalistik yang berlangsung di Jawa. Namun setelah ditelusuri tidak ada kegiatan di Jawa. Bahkan, permintaan untuk membangun gedung dan fasilitas pendukung lainnya untuk pembangunan kantor PWF juga tidak ada," kata Kapuy.

Kasus ini bermula ketika pada akhir tahun 2007 terbentuk Perhimpunan Wartawan Flores (PWF) di Ende yang diketuai Hiro Bokilia, wartawan Flores Pos. Organisasi ini tidak mempunyai cabang-cabang di kabupaten-kabupaten di daratan Flores. Anehnya, april 2008 - juni 2008, Petrus Peren Lamanepa dan beberapa temannya diam-diam mengajukan proposal meminta dana kepada Bupati Flotim.

Empat kali mereka mengajukan permohonan dana sejumlah Rp 45 juta. Dana itu, sesuai proposal, akan digunakan untuk mendirikan gedung Kantor PWF Cabang Flotim dan fasilitas kantor seperti komputer dan lain-lain. Juga mengirim anggotanya mengikuti pelatihan jurnalistik di Pulau Jawa. Tetapi berdasarkan pemeriksaan Banwas Flotim dam BPKP NTT, PWF Cabang Flotim tidak dibentuk. Begitu juga pelatihan jurnalistik di Jawa, fiktif.

Bupati Flotim, Drs. Simon Hayon, kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Flotim dan Kejari Larantuka. Laporan ini kemudian diproses jaksa mulai Mei 2008. (iva) - Pos Kupang edisi Senin, 2 November 2009
--------------------
SOE, PK -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) SoE yang dipimpin Maurid Sinaga, S.H, memvonis dua tahun sepuluh bulan penjara terhadap mantan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Drs. Johanis Christofel Mella, dalam kasus illegal logging 211 kayu jati di kawasan Hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara tahun 2004.

Amar putusan terhadap Johanis Christofel Mella, dibacakan bergantian oleh Ketua Majelis Hakim PN SoE, Maurid Sinaga, S.H, dan dua hakim anggota, yakni Amin Bureni, S.H dan Nunik Sri Wahyuni, S.H, di PN SoE, Rabu (14/10/2009). Tiga majleis hakim ini didampingi Panitera Pengganti, Daniel Betty.

Dalam amar putusan tersebut juga Johanis Christofel Mella, wajib membayar denda sebesar Rp 10 juta subsider dua bulan penjara. Hadir saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) SoE, Hendra Sudirman, S.H, penasehat hukum terdakwa, Jermias Haikase, S.H dan keluarga terdakwa.

Dibandingkan dengan tuntutan jaksa, putusan majelis hakim lebih ringan 14 bulan. Sedangkan JPUKejari SoE, Hendra Sudirman, menuntut terdakwa Mella, empat tahun penjara.

Dalam amar putusannya, majelis hakim meyakini terdakwa Drs. Johanis Christofel Mella bersalah melanggar pasal 78 ayat 5 jo pasal 50 ayat 3 huruf e Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Keyakinan itu diperoleh karena unsur dalam pasal itu terpenuhi sesuai fakta yang diperoleh majelis selama proses persidangan kasus ini berlangsung.

Majelis sepakat terdakwa Mella terbukti dengan sengaja menebang pohon atau memanen, atau memungut hasil hutan dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat berwenang berupa 211 kayu jati di Kawasan Hutan Fatuanas. Dengan keyakinan itu majelis memvonis terdakwa Mella bersalah dan dijatuhi hukuman sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Terkait pembelaan penasehat hukum yang menyatakan tanggung jawab pidana kasus ini seharusnya dijatuhkan kepada mantan Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek karena terdakwa melakukannya atas perintah Daniel Banunaek, majelis hakim mengesampingkannya. Majelis hakim menilai terdakwa melakukan perintah dalam keadaan sadar dan tidak dipaksa.

Selain itu, terdakwa sebagai Kadishut TTS saat itu mengetahui rencana penebangan itu melanggar aturan lantaran belum ada izin dari Menteri Kehutanan. Mestinya saat itu terdakwa tidak melaksanakan perintah bupati karena hal itu melanggar aturan.

Hal-hal yang memberatkan, penebangan kayu merusak ekosistem dan menimbulkan kerugian negara. Tidak hanya itu, akibat perbuatan terdakwa membutuhkan waktu lama dan biaya cukup besar untuk memulihkan hutan yang rusak.
Hal yang meringankan, terdakwa sopan dalam persidangan dan memiliki tanggungan istri dan anak-anak yang masih sekolah.

Terhadap putusan tersebut, terdakwa Mella melalui penasehat hukumnya, Jemi Haikase, menyatakan pikir-pikir. Hal yang sama dinyatakan JPU Kejari SoE, Hendra Sudirman. Kepada Mella dan JPU Sudirman, majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap menerima atau banding. (aly) - Pos Kupang edisi Jumat, 16 Oktober 2009.
---------------------------------

SOE, PK -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri SoE, Suhadi, S.H, menuntut mantan Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Drs. Daniel A Banunaek, lima tahun penjara dalam kasus illegal logging penebangan 211 kayu jati di kawasan hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara pada tahun 2004.

Tuntutan terhadap Daniel Banunaek lebih berat satu tahun dibandingkan mantan Kepala Dinas Kehutanan TTS, Jhon Mella, yang dituntut empat tahun penjara dalam kasus yang sama.

Tuntutan itu dibacakan Suhadi, S.H, dalam sidang lanjutan kasus illegal logging yang dipimpin Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) SoE, Maurid Sinaga,S.H, didampingi dua anggotanya, Amin Bureni,S.H dan Theodora Usfunan, S.H, Rabu (14/10/2009).

Suhadi menuntut Banunaek dengan pasal 78 ayat (5) jo pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Tidak hanya kurungan penjara, Suhadi juga menuntut Banunaek membayar denda sebesar Rp 20 juta subsider tiga bulan kurungan.

Suhadi meminta majelis hakim menyatakan terdakwa Banunaek bersalah melakukan tindak pidana kehutanan. Tindak pidana itu, yakni sengaja menganjurkan menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa, lanjut Suhadi, terdakwa melakukan perbuatannya saat masih menjabat sebagai bupati. Sebagai bupati seharusnya membantu pemerintah pusat dalam menjaga aset negara berupa hutan negara yang ada di dalam wilayah kerjanya. Namun, terdakwa malah merusaknya.

Selain itu, kata Suhadi, perbuatan terdakwa merusak citra aparatur negara. Perbuatan terdakwa juga berpotensi merusak lingkungan dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya alam.

Suhadi menyatakan, akibat perbuatan terdakwa membutuhkan waktu cukup lama dan biaya cukup besar untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak. Dalam kasus ini, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak merasa bersalah.

Sementara hal-hal yang meringankan, demikian Suhadi, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum. Selain itu, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan sudah sakit-sakitan.

Terhadap tuntutan itu, Ketua Majelis Hakim PN SoE, Maurid Sinaga, memberikan waktu kepada terdakwa bersama penasehat hukumnya menyusun pembelaan. Rencananya, pembelaaan Banunaek akan dibacakan, Rabu (21/10/2009). (aly) - Pos Kupang 15 Oktober 2009
-----------------------
SOE, PK -- Karena keterlibatannya dalam penebangan liar (illegal logging) 211 pohon jati, mantan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Drs. Johanis Christofel Mella dituntut hukuman penjara selama empat tahun oleh jaksa penuntut umum, Hendra Sudirman, S.H. Tuntutan jaksa itu dibacakan dalam sidang kasus tersebut di Pengadilan Negeri (PN) SoE, Kamis (10/9/2009).

Kasus penebangan liar di kawasan hutan Fatuanas, Desa Lilo, Kecamatan Amanatun Utara itu menyeret Christofel Mella dan mantan Bupati TTS, Drs. Daniel A Banunaek sebagai terdakwa.
Sidang tuntutan terhadap terdakwa Mella itu dipimpin ketua majelis hakim, Maurit Sinaga, S.H didampingi dua anggota, Amin Bureni, S.H dan Edy Sembiring, S.H.

Selain hukuman penjara selama empat tahun, JPU juga meminta hakim menghukum terdakwa membayar denda Rp 10 juta subsidair dua bulan penjara.

Menurut jaksa, terdakwa Mella terbukti melanggar pasal 78 ayat 5 jo pasal 50 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Terdakwa, demikian jaksa, dengan sengaja menebang pohon atau memanen atau memungut hasil di kawasan hutan Fatuanas, berupa 211 batang pohon jati tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.

Menurut Hendra, terdakwa mengetahui penebangan kayu jati tanpa ijzn dari Menteri Kehutanan, namun dia tetap memerintahkan stafnya melakukan survai lokasi hingga kegiatan persiapan penebangan kayu jati berjalan lancar.

Pada saat dilakukan penebangan, demikian JPU, terdakwa tidak memang tidak berada di tempat. Namun terdakwalah yang memerintahkan kepada para stafnya untuk menebangan 211 kayu jati tersebut.

Selama proses persidangan, kata JPU, tidak ditemukan adanya unsur pembenar atau pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum dari perbuatan terdakwa. Karena itu terdakwa harus dihukum setimpal dengan perbuatannya.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa, menurut JPU Hendra, terdakwa Mella selaku pejabat daerah seharusnya dapat mencegah penebangan kayu jati tersebut. Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan sehingga dapat merugikan masyarakat.
Sedangkan hal-hal yang meringankan, lanjut Hendra, terdakwa belum menikmati hasil dari kegiatan penebangan kayu jati tersebut. Selain itu, terdakwa sopan selama persidangan, belum pernah dihukum dan mengakui terus terang perbuatannya serta menyesalinya.
Atas tuntutan tersebut, penasehat hukum terdakwa, Jimmy Haekase,S.H menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi).

Sementara itu terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, mantan Bupati TTS, Drs. Daniel A 
Banunaek, kemarin, menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa. Saat diperiksa, Banunaek menyatakan konsep kesepakatan kerja sama Pemkab TTS dengan dengan PT Guntur Kusuma dirancang oleh Direktur PT Guntur Kusuma, Suharso Kusuma dan Mantan Kabag Umum, Drs. Maurist Taneo (almarhum). (aly) - Pos Kupang 11 September 2009
---------------
BA'A, PK -- Jaksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ba'a menetapkan Yunus Mandala, Bendahara Dinas Koperasi (Dinkop) Kabupaten Rote Ndao tahun 2007, sebagai tersangka korupsi dana pemberdayaan masyarakat yang dikelola Dinkop Rote Ndao. Tersangka Mandala akan diperiksa jaksa pada hari Senin (14/9/2009).

Dalam kasus yang sama, jaksa sudah menahan mantan Kepala Dinkop Rote Ndao, Drs. David Dj Saudale.

Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Ba'a, Danuri Hartono, S.H, Yunus Mandala adalah tersangka yang kedua setelah jaksa menetapkan Saudale sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 140 juta itu.

"Seberannya hari ini (Kamis, 10/9/2009) kami memeriksa tersangka Yunus Mandala, namun yang bersangkutan datang tanpa didampingi penasihat hukum sehingga pemeriksaan ditunda. Dia mengatakan masih mencari pengacara dari Kupang untuk dijadikan penasihat hukumnya sehingga rencana pemeriksaannya ditunda sampai Senin 14 September," kata Danuri, Kamis (10/9/2009) siang.

Apakah masih ada tersangka lainnya dalam kasus ini? Menjawab pertanyaan ini, Danuri mengatakan, untuk sementara dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kemungkinan bertambahnya tersangka dalam kasus ini, katanya, tergantung pengembangan penyidikan.

"Tentu pengembangan penyidikan tetap dilakukan jaksa penyidik, tetapi kalau bukti-bukti lainnya tidak cukup untuk tambahan tersangka lagi pasti tentu tidak dipaksakan. Tapi pengembangan penyidikan masih dilakukan pihak kejaksaan," kata Danuri.

Dia mengatakan, pemeriksaan terhadap tersangka Yunus Mandala dilakukan untuk melengkapi BAP tersangka Mandala. Sebab saksi-saksi lain dalam kasus dugaan korupsi tersebut sudah diperiksa oleh jaksa penyidik.

Ditanya tentang permohonan penangguhan penahanan tersangka Drs. David Dj Saudale yang diajukan penasihat hukum, Debora Laba, S.H, Danuri mengatakan masih dalam pertimbangan, apakah akan dikabulkan atau ditolak.

"Menyangkut permohonan penangguhan penahanan kami masih pertimbangkan. Tetapi memang menjadi hak tersangka untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan," kata Danuri.
Kasus korupsi dana pemberdayaan yang dikelola Dinkop Rote Ndao ini mencuat sekitar Mei 2009. Beberapa saat setelah kasus ini mencuat, Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning menonaktifkan Drs. David Dj Saudale dari jabatannya sebagai Kadis Koperasi Kabupaten Rote Ndao.

Setelah itu, pihak Kejari Ba'a mulai melakukan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) mengenai kasus tersebut. Jaksa meminta keterangan Dina J Bessie (Bendahara Pengeluaran Kas daerah tahun 2008), Saul Mesakh Djaha (Bendahara Pengeluaran kas tahun 2009) dan Yunus Mandala (Bendahara Dinas Koperasi tahun 2007). Kasus ini terus diusut hingga dinaikkan ke tahap penyidikan. Jaksa penyidik, Rabu (9/9/2009), menahan Drs. David Dj Saudale sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Ba'a. (mar) - Pos Kupang 11 September 2009
---------------------

KUPANG, PK -- Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, Senin (7/9/2009) petang, menahan tersangka Max David Moedak, Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kupang, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan benih TA 2008 senilai Rp 1,3 miliar.

Moedak ditahan penyidik Kejati NTT setelah diperiksa penyidik, I Made Sudiatmika, S.H. Pemeriksaan dimulai pukul 09.20 Wita hingga pukul 16.30 Wita. Sebelum pemeriksaan ini, Moedak sudah tigakali tidak memenuhi panggilan penyidik kejaksaan.

Dalam pemeriksaan kemarin, tersangka Moedak didampingi dua pengacaranya, Gustaf Yacob, S.H serta Freidom Y Radja, S.H. Selama dalam pemeriksaan, Moedak dicecar dengan 41 pertanyaan.

Setelah menandatangani berita acara pemeriksaan serta Surat Perintah Penahanan Nomor 126/8.3/Fd.1/09/2009 tanggal 7 September 2009, tersangka Moedak langsung digiring aparat kejaksaan menuju mobil tahanan yang telah disiapkan. Selanjutnya, tersangka dibawa menuju Rumah Tahanan (Rutan) Penfui Kupang.

Dalam surat perintah penahanan yang ditandatangani Kajati NTT, D Munthe, S.H, tersangka menjadi tahanan jaksa hingga tanggal 26 September 2009.

Disaksikan Pos Kupang, sebelum tersangka masuk ke mobil tahanan kejaksaan, tersangka sempat memanggil dua orang penasehat hukumnya untuk berdoa.

"Mana Pak Friedom. Mari kita berdoa dulu sebelum saya jalan. Kita berdoa terhadap jalanya proses hukum ini," kata Moedak.

Setelah berdoa, tersangka Moedak langsung masuk ke dalam mobil tahanan milik Kejati NTT menuju Rutan Penfui Kupang.

Kajati NTT, D Munthe, S.H, kepada wartawan mengatakan, penahanan Moedak dilakukan penyidik kejaksaan karena tersangka terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan benih dari sumber dana DAK Kabupaten Kupang TA 2008 senilai Rp 1,3 miliar. Kasus tersebut mulai diselidiki pihak Kejati NTT sejak Juni 2009 lalu.

Setelah penyidik mendalami, ternyata tersangka Moedak tidak kooperatif. Tersangka malah mempersulit proses penyidikan dengan berbagai alasan seperti pengacara tidak berada di tempat, bikin surat sakit.

"Setelah kita mengecek ke dokternya ternyata tersangka tidak sakit. Tersangka tidak kooperatif sedikit, sehingga kita merasa penting untuk menahannya," kata Munthe didampingi Asisten Intel, I Gusti Nyoman Subawa, dan Aspidsus, Iswahyudi.

Munthe mengatakan, Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kupang mendapat alokasi DAK senilai Rp 1,3 miliar dari Departemen Kehutanan serta mendapat dana pendampingan dari Pemkab Kupang untuk proyek pengembangan hutan di Kabupaten Kupang.

Sesuai petunjuk teknis dari Menteri Kehutanan, dana proyek tersebut digunakan untuk pengadaan anakan. Namun dalam pelaksanaannya, kata Munthe, tersangka bersama Direktur CV Bumi Belantara Jaya, Eko Budi Ariyanto, SE selaku kontraktor pelaksana melakukan pengadaan bibit.

"Penelitian sementara dari tim ada kerugian negara Rp 1,3 miliar. Untuk finalisasinya kita tunggu hasil audit yang dilakukan BPKP NTT," kata Munthe.

Ditanya bahwa tersangka melalui kuasa hukumnya akan mempraperadilankan Kajati NTT, karena menganggap penyidikan kasus ini menyimpang dari prosedur hukum, Munthe mengatakan, pihaknya siap meladeni praperadilan yang akan dilakukan tersangka.

"Kita tunggu itu. Kita tidak gegabah menetapkan seseorang menjadi tersangka dan menahan tersangka. Kita menahan karena ada dasar hukumnya. Dia tidak kooperatif kok, sudah beberapa kali kita panggil tetapi selalu banyak alasan," kata Munthe.

Penasehat hukum tersangka Moedak, Gustaf Yacob, S.H dan Friedom Y Radja, S.H, mengatakan, menghormati proses hukum yang dilakukan pihak kejaksaan. Meski demikian, atas permintaan tersangka, pihaknya akan melakukan upaya hukum lanjutan yakni melakukan pra peradilan terhadap Kajati NTT.

"Pada prinsipnya tersangka tidak keberatan ditahan. Tetapi beliu juga setuju melakukan pra pradilan Kajati NTT, karena tersangka mengaku tidak terlibat dalam kasus itu," kata Gustaf dan Friedom.

Dalam kasus ini, penyidik Kejati NTT juga telah menahan Eko Budi Aryanto, SE, Direktur Bumi Belantara Jaya selaku kontraktor pelaksana dalam proyek pengadaan benih. (ben) - Pos Kupang 8 September 2009
------------------
ATAMBUA, PK---Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua, Selasa (25/8/2009) sekitar pukul 11.30 Wita, menahan Kadis Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Belu, Drs. Silverius Mau. Silverius ditahan dalam kasus dugaan proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) tahun 2007 di Desa Tohe, Kecamatan Raihat.

Ketika proyek ini mulai ditender dan dikerjakan, Silverius menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pengembangan Energi pada Dinas Pertambangan Belu. Dalam penyelidikan jaksa ada dugaan korupsi dalam proyek ini. Jaksa kemudian menetapkan Silverius sebagai tersangka dan ditahan kemarin. Silverius menjadi tahanan Kejari Atambua dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Atambua selama 20 hari.

Disaksikan Pos Kupang, Silverius tiba di Kejaksaan Negeri Atambua mengenakan baju safari warna coklat sekitar pukul 9.30 Wita. Dia didampingi penasehat hukum, Kornelis Syah, S.H dan Martinus Sobe, S.H. Silverius kemudian diarahkan ke ruang pemeriksaan dan diperhadapkan dengan ketua tim penyidik, Amirudin, S.H, untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
Penyidik menanyakan kondisi kesehatannya dan dijawab sehat. Selanjutnya ditanya mengapa tidak memenuhi panggilan penyidik pada pemeriksaan tanggal 19 Agustus 2009 lalu. Terhadap pertanyaan itu, Silverius mengatakan dia tidak bisa hadir karena mengikuti rapat koordinasi (rakor) di Kupang.

Tak lama kemudian, penyidik menyodorkan berita acara penahanan untuk ditandatangani Silverius. Silverius menolak menandatangani. Penyidik kemudian menyodorkan berita acara tidak mau ditahan. Tetapi juga ditolak Silverius. Penyidik dan tersangka sempat adu argumen soal penandatanganan kedua berita acara itu. Silverius menolak menandatangani karena merasa tidak bersalah dalam proses dugaan kasus proyek PLTMH ini. Tersangka menyampaikan kalau kebenaran akan dibuktikan pada sidang pengadilan. Penyidik kemudian menjalankan prosedur dengan menahan tersangka dan dititipkan di Lapas Atambua.

Saat beberapa jaksa hendak menggiringnya ke mobil boks, Silverius menolak dengan menyatakan memenuhi permintaan penyidik ke Lapas dengan berjalan kaki. "Saya tidak mau naik mobil. Saya tidak malu karena saya tidak bersalah. Biarlah saya jalan kaki," kata Silverius yang dikawal beberapa jaksa dan sanak keluarga menuju Lapas Atambua.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Atambua, Drs. Yohanes Gatot Irianto, S.H, didampingi ketua tim penyidik, Amirudin, S.H, menjelaskan, penahanan yang dilakukan sudah melalui prosedur. Tersangka akan ditahan selama 20 hari untuk pemeriksaan lebih lanjut. "Dalam aturan ada yang namanya penahanan administratif dan penahanan jika ancaman hukuman di atas lima tahun. Kita lakukan penahanan bukan asal tahan, tentu melalui prosedur," kata Yohanes.

Amirudin menjelaskan, dalam pemeriksaan lanjutan itu tersangka dalam kondisi sehat. Tersangka memang menolak menandatangani berita acara penahanan saat disodorkan penyidik untuk tanda tangan. "Jadi bukan hanya berita acara penahanan saja yang tersangka tolak tanda tangan, tetapi berita acara menolak untuk ditahan pun dia tidak mau tanda tangan. Katanya dia tidak bersalah," kata Amirudin.

Sebelumnya, pada hari Jumat (14/8/2009), penyidik memeriksa Silverius sebagai tersangka dalam kasus dugaan proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Belu. Sebelum menjabat sebagai Kadis Perindag Belu, Silverius menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pengembangan Energi di Distamben Belu.

Selain Silverius, dalam kasus ini tim penyidik juga menetapkan Yoseph Bani sebagai tersangka. Proyek tahun 2007 di Desa Tohe, Kecamatan Raihat, Belu dengan pagu dana sekitar Rp 549 juta lebih ini diduga terjadi penggelembungan harga oleh panitia tender. Proyek ini merupakan proyek kerja sama dengan LIPI.

Sesuai petunjuk, proyek ini diswakelolakan, namun dalam perjalanan Dinas Pertambangan Belu membentuk panitia tender. (yon) - Pos Kupang edisi Rabu, 26 Agustus 2009