Jumat, 26 Maret 2010
Dugaan Korupsi Pembangunan Gedung Rawat Inap Rp 2,3 M
Dugaan Korupsi Pembangunan Gedung Rawat Inap Rp 2,3 M
PN SoE Segera Sidang Perdana SPPD Fiktif
PN SoE Segera Sidang Perdana SPPD Fiktif
Kamis, 18 Maret 2010 – (http://www.pos-kupang.com)
Untuk menangani perkara ini, lanjut Sutaji, akan ditunjuk tiga hakim sebagai majelis hakim dalam kasus ini. Soal nama-nama hakim yang menangani perkara ini akan disampaikan setelah penetapan.
Terkait masih ditahan atau tidaknya tiga tersangka kasus tersebut, Sutaji menyatakan, persoalan itu akan menjadi kewenangan majelis hakim yang ditunjuk. Pasalnya, sejauh ini belum ada permohonan dari keluarga tersangka untuk penangguhan penahanan atau pengalihan status tahanan.
Ditempat terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri SoE, Johanes LebeUnaraja, S.H menyatakan jaksa sudah menyiapkan dakwaan bagi tiga tersangka kasus tersebut. Dakwaan akan dibacakan ketika sidang perdana kasus itu digelar di PN SoE. "Intinya tiga tersangka didakwa melanggar pasal 2 subsider pasal 3 undang-undang korupsi," kata Unaraja.
Unaraja menyatakan, Kejari SoE belum menerima kepastian waktu persidangan perdana. Kendati demikian, ia sudah menyiapkan tima JPU beranggotakan empat orang yakni Hendra, Suhadi, Palupi dan Sigit.
Diberitakan sebelumnya, JPU Kejari SoE menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan dua penasehat hukum tersangka kasus korupsi SPPD fiktif Dinas Prasarana Jalan dan Pengembangan Pengairan TTS. Jaksa beralasan penolakan penangguhan untuk memperlancar penyidikan dan pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri SoE. (aly).
Mantan Direktris RSUD Soe, Kupang, Jadi Buron
Mantan Direktris RSUD Soe, Kupang, Jadi Buron
Kamis, 11 Maret 2010 (http://www.tempointeraktif.com)
"Kasus itu tidak akan selesai karena seorang tersangkanya, mantan Direktris RSUD Soe sudah kabur meninggalkan NTT," kata Alfred Baun, anggota DPRD NTT, di Kupang, Kamis (11/3). Menurut dia, berkas perkara dugaan korupsi di RSUD Soe tersebut telah dinyatakan lengkap (P21). Namun, setelah kejaksaan meminta polisi menyerahkan tersangkanya, permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena seorang tersangkanya, yakni Jeane, telah kabur.
Alfred menyesalkan tindakan polisi yang tidak menahan Jeane setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi. "Harusnya direktris tersebut ditahan sehingga tidak kabur seperti sekarang," katanya.
Ia juga merasa heran kenapa polisi tidak melakukan upaya pencarian terhadap Jeane yang diduga telah menghilang sejak 2009 lalu. "Sampai sekarang tidak diketahui keberadaan dokter tersebut," katanya.
"Masa tahanan selama 20 hari telah usai. Apalagi, ada pengajuan penangguhan penahanan makanya dia dilepas," katanya. Terkait kaburnya Jeane, kata Ade, "Polisi telah menetapkan Jeane Wondal dalam daftar pencarian orang." (YOHANES SEO).
Sabtu, 13 Maret 2010
KASUS KORUPSI NTT
---------------------------------
|
Massa melakukan aksi mereka di depan Gedung Grahadi Surabaya. Mereka menilai praktik korupsi di NTT selama ini tidak ditangani oleh aparat terkait. Salah satu indikasinya adanya korupsi adalah pemberian izin pertambangan di wilayah NTT yang sebagian besar ternyata pertambangan ilegal.
Menurut para mahasiswa, di NTT juga terdapat 82 kasus dugaan korupsi yang ditangani kepolisian, namun hanya tiga yang terus diproses sedangkan sisanya tidak pernah tuntas.
''Kami ahasiswa mendesak Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) mengambilalih penanganan korupsi di NTT. Sebab, selama ditangani kepolisian, tidak pernah akan diproses,'' kata Fertinus, salah satu mahasiswa.
Oleh karena itu para mahasiswa NTT sengaja melakukan aksi di Surabaya agar rakyat NTT tahu bahwa mahasiswa di perantauan juga memiliki kepedulian terhadap kasus korupsi di daerah asal mereka. Selama aksi berlangsung mereka mereka mendapat penjagaan ketat dari aparat Polres Surabaya Selatan. Aksi tersebut sempat memacetkan arus lalu lintas di Jalan Gubernur Suryo. (FL/OL-01/ MI/Faishol Taselan).
Sabtu, 06 Maret 2010
DANA RP 900 JUTA UNTUK RSU ATAMBUA MENGAMBANG
Dana jamkesmas yang merupakan hasil yang diberikan RSU Atambua untuk PAD itu, belum bisa diambil dari Departemen Kesehatan untuk diserahkan ke kas daerah, karena belum diverifikasi oleh tim verifikator independen karena dimutasi secara mendadak.
Direktur RSU Atambua, dr. Jhon Taolin, Sp.OG, menyampaikan hal ini saat tatap muka dengan Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, di RSU Atambua, Sabtu (6/3/2010).
Hadir saat ini, Ketua DPRD Belu, Simon Guido Seran, Kepala Bappeda Belu, drg. Falentinus Pareira, Kepala Bagian Keuangan Setda Belu, Jantje Taek, S.E, dan sejumlah pejabat di lingkungan RSU Atambua.
Taolin mengungkapkan, untuk mendukung PAD Kabupaten Belu maka salah satu sumber adalah dari Jamkesmas. Untuk tahun 2010 ini, selama dua bulan belakangan ini, proses pelayanan yang dilakukan manajamen RSU Atambua sudah berjalan. (yon)
TIGA TERSANGKA SPPD FIKTIF HUNI
Kepala Dinas PJPP TTS, Ared Billik, mantan Sekretaris Dinas PJPP TTS, Albinus Kase, dan Bendahara, Frnagky Johanes, resmi ditahan aparat penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) SoE pada Rabu (3/3/2010). Tiga tersangka menghuni sel orientasi selama beberapa hari ke depan sebelum dipindahkan ke sel tahanan.
Kepala Rutan SoE, Lukas Dju, S.SoS, yang dihubungi wartawan di ruang kerjanya, Kamis (4/3/2010), mengatakan, tiga tersangka saat ini berada di sel orientasi. Mereka menghuni satu kamar berukuran 2x2 meter.
Pagi ini (Kamis kemarin) ketiganya masih diperiksa untuk mengisi data administrasi dan diberitahukan hak dan kewajibannya selama berada di Rutan SoE. "Sesuai protap mereka ada dalam ruang orientasi selama tujuh hari. Bila dirasa cukup, ketiganya sebelum tujuh hari dapat dipindahkan ke sel tahanan. Selama berada di dalam sel kelihatannya masih baik," kata Dju.
Soal jaminan kesehatan para tahanan dan narapidana, Dju menjelaskan, Rutan SoE menyiapkan satu dokter. Jika tahanan atau narapidana sakit akan diperiksa dan diberi obat. Tahanan dan narapidana dapat dirawat di rumah sakit bila dokter merekomendasikannya.
Untuk menengok tahanan, demikian Dju, diberikan waktu seminggu dua kali. Khusus untuk tahanan harus mendapat izin dari instansi yang menahannya seperti polisi dan jaksa.
Ditempat terpisah, Bupati TTS, Ir. Paulus V.R Mella yang dihubungi menyatakan, pemerintah menghargai proses hukum yanga sementara berlangsung. Untuk pembina kepegawaian di TTS akan ada pertimbangan bila sudah status terdakwa berupa tindakan administratif seperti pengurangan gaji sebesar 25 persen.
Untuk memperlancar tugas-tugas kedinasan di Dinas PJPP, kata Mella, ia sudah memikirkannya. Namun, lanjutnya, ia masih menunggu perkembangan upaya keluarga terkait penahanan ketiga tersangka kasus tersebut. Upaya itu kemungkinan adanya pengalihan status tahanan dari tahanan Rutan ke tahanan
"Kalau tidak dikabulkan perhatian pemerintah daerah untuk memperlancar pelaksanaan tugas akan menunjukan pelaksana tugas. Kemungkinan pelaksana tugas berasal dari salah satu asisten atau pejabat setingkat yang bisa melaksanakan hal itu. Bukan pejabat eselon II yang sementara memimpin SKPD," kata Mella.
Untuk bantuan hukum dari pemerintah daerah, Mella meminta Kabag Hukum, I Made Sara, S.H, menjelaskan persoalan tersebut. Made mengatakan, sesuai aturan pemerintah dapat memberikan bantuan hukum terkait kasus perdata dan tata usaha negara. Sementara tindak pidana tidak diperkenankan.
Sementara penasehat hukum tiga tersangka, Jimy Haikase, S.H yang dihubungi terpisah mengatakan, keluarga telah menunjuk dua penasehat hukum, yakni dirinya dan Marsel Radja dari Kupang. Ketiga tersangka sudah meneken kontrak dirinya sebagai kuasa hukum di Rutan SoE, Kamis (4/3/2010) siang.
Tentang kondisi kesehatan tiga kliennya, Haikase mengatakan, ketiga kliennya dalam kondisi baik. Namun dua diantarannya, yakni Ared Billik dan Frangky Johannes, sepertinya sakit. Soal permintaan keluarga untuk permohonan penangguhan penahanan atau pengalihan status tahanan, Haikase menjelaskan, keluarga tiga tersangka belum konsultasikan soal itu.
Haikase mengatakan, kemungkinan minggu depan ia bersama Marsel Radja, akan bertemu keluarga untuk membicarakan berbagai hal yang diinginkan keluarga. "Kami selaku penasehat hukum akan mengakomodir apa yang menjadi kepentingan keluarga sepanjang diperbolehkan aturan," kata Haikase.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) SoE menahan Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Pengembangan Pengairan (Kadis PJPP) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Ir. Ared J Billik, Rabu (3/3/2010).
Selain Ared Billik, ikut ditahan dalam kasus ini mantan Sekretaris Dinas PJPP TTS, Albinus O Kase (sekarang Sekretaris BPMPD TT) dan Bendahara Dinas PJPP TTS, Frangky Johanis. Tiga tersangka ini ditahan dalam kasus korupsi
JAKSA AMANKAN RP 500 JUTA DANA PROYEK RUMPUT LAUT
Tiga orang tersangka kasus korupsi proyek pengadaan benih rumput laut di Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata tahun anggaran 2008, yakni Yohanes Ganu Maran (Direktur PT Mitra Timor Raya/MTR Jakarta), Ir. Edy Sanyoto (mantan Kadis Kelautan dan Perikanan Lembata), dan Muhammad Saleh (Perwakilan PT MTR di Lewoleba).
Mereka mengembalikan uang hasil korupsi senilai Rp 500 juta tersebut pada Kamis (4/3/2010). "Mengembalikan uang itu sebenarnya mereka sudah mengaku bersalah melakukan korupsi. Uang ini dijadikan barang bukti hasil kejahatan," kata Nur Akhirman, S.H, M.Hum, ketua tim penyidik proyek rumput laut Kejaksaan Negeri (Kejari) Lewoleba, kepada Pos Kupang, Kamis (4/3/2010).
Saat itu ditemui di Kejari Lewoleba, Akhirman didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Arif Kanahau, S.H. Selain mengamankan uang Rp 500 juta, jelas Akhirman, penyidik Kejari Lewoleba juga telah mengamankan semua dokumen yang terkait kasus korupsi rumput laut.
Saat Akhirman dan Kanahau memberikan penjelasan kepada Pos Kupang di ruang kerja Kasi Intel, dua staf Bank BNI 1946 Lewoleba menghitung kembali uang yang dikembalikan oleh tiga tersangka di ruang kerja Kajari Lewoleba. Uang itu dibawa tiga tersangka dari bank tersimpan dalam satu gardus mie. Uang itu terdiri dari pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu.
Pengembalian uang hasil korupsi ini merupakan yang terbesar sepanjang penyidikan kasus korupsi sejak berdirinya Kabupaten Lembata 10 tahun silam. Namun, pengembalian uang dalam tahap penyidikan ini merupakan kejadian kedua, setelah pada Januari 2010 lalu tersangka (kini terdakwa), kasus penyimpangan keuangan di PD Purin Lewo, Agus Baro Wuran, mengembalikan uang Rp 30 juta lebih.
Catatan Pos Kupang, proyek bantuan selisih harga benih ikan berupa pengadaan benih rumput laut didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2008 Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Proyek pengadaan benih rumput laut di Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata senilai Rp 2.060.000.000 dari pagu anggaran sebesar Rp 2.946.000.000.
Dinas Kelautan dan Perikanan Lembata membentuk kelompok-kelompok nelayan yang akan mendapat transfer dana pembelian benih rumput laut yang disediakan pada kebun bibit PT MTR di Lewoleba. Namun, hanya sebagian kecil kelompok nelayan menerima benih dan lebih dominan kelompok nelayan yang tidak menerima benih rumput laut. Tetapi, uang ditransfer ke rekening kelompok nelayan dicairkan pengelola kelompok bersama perusahaan dan uang diserahkan kepada kontraktor.
Akhirman menjelaskan, pengembalian uang Rp 500 juta itu setelah penyidik memeriksa rekening milik tiga orang tersangka. Terdapat sejumlah uang yang masih tersimpan di dalam rekening mereka yang merupakan bagian dari uang proyek selisih harga benih ikan (rumput laut) yang telah dicairkan, namun belum sempat digunakan tiga tersangka. Dari rekening Ganu Maran, ditemukan uang Rp 400 juta, rekening Ny. Sri Mulyani (istri Edy Sanyoto) sebesar Rp 50 juta dan rekening Muhamad Saleh sebesar Rp 50 juta.
"Mereka ambil sendiri dan mengantarnya ke kemari. Pak Edy mendapat fee Rp 65 juta ditransfer ke rekening istrinya. Semua uang itu dikembalikan, diamankan dan menjadi barang bukti," tandas Akhirman.
Ditanya sisa kerugian lainnya sebesar Rp 1.560.000.000 dari total kerugian negara Rp 2.060.000.000, Akhirman menjelaskan, uang itu telah digunakan untuk operasional kebun bibit PT MTR, honor karyawan di Jawa dan di Lewoleba.
Bahkan tersangka Ganu Maran, jelas Akhirman, menyanggupi mengembalikan lagi kerugian negara. Tetapi, tegas Akhirman, pengembalian uang hasil penyelewengan tidak menghapus perbuatan yang dilakukan tiga tersangka. Justru uang itu telah menjadi barang bukti hasil korupsi dan pelaku mengakui kesalahannya.
Akhirman mengatakan, ketiga tersangka masih kooperatif dan tidak ditahan dalam tahap penyidikan. Namun, bila sangat diperlukan bisa ditahan. Saat ini mereka dikenakan wajib lapor kepada penyidik Kejari Lewoleba.
Tiga tersangka ini, demikian Akhirman, paling bertanggung jawab atas kasus proyek rumput laut, tetapi bila selama masa penyidikan ditemukan bukti baru dan kemungkinanya muncul tersangka baru, penyidik akan menetapkannya.
Dia menjelaskan, modus operandi penyimpangan proyek ini, Kadis Kelautan dan Perikanan, Edy Sanyoto memanipulasi jumlah kelompok nelayan yang memperoleh bantuan selisih harga benih ikan (rumput laut). Jumlah anggota kelompok yang diusulkan 1.200 orang, yang terealisasi hanya 485 orang, sehingga dana yang dicairkan melebih jumlah anggota kelompok. Uang itu digunakan untuk kepentingan ketiga tersangka dan perusahaan. "Niatnya, uang sisa itu akan dibagi-bagi. Penyidik sudah memeriksa 40 saksi," kata Akhirman. (ius)
NB: Rincian Uang yang Dikembalikan
1. Yohanes Ganu Maran Rp 400 juta.
2. Edy Sanyoto Rp 50 juta
3. Muhammad Saleh Rp 50 juta.
JAKSA & PEMBERANTASAN KORUPSI
Kamis, 04 Maret 2010
KORUP51
MOBILISASI ALAT DIDUGA DIGELEMBUNGKAN 200 PERSEN
Demikian disampaikan sumber Pos Kupang di Lewoleba, beberapa waktu lalu.
"Idealnya biaya persiapan mobilisasi peralatan sebesar 10-20 persen dari nilai kontrak. Nilai itu sudah baku. Tetapi, proyek di bandara Rp 1,5 miliar lebih itu biaya mobilisasinya 200 persen. Artinya, biaya mobilisasi lebih mahal Rp 800 juta dari fisik proyek sekitar Rp 400 juta, setelah dikurangi dengan pajak-pajak," kata sumber itu.
Menurut sumber itu, biaya pekerjaan persiapan termasuk mobilisasi pada volume proyek pekerjaan tanah untuk pekerjaan landasan pacu sepanjang 6.400 meter persegi itu, seharusnya lelangnya dinyatakan gagal. Tetapi, proyek itu kemudian dimenangkan oleh kontraktor PT Andalan Timur Indonesia (ATI) yang berpusat di Surabaya.
Sumber itu juga mengungkapkan, sejumlah peralatan yang dibawa itu ada yang tidak dibutuhkan, bahkan ada yang tidak sesuai spec. Ada juga jenis peralatan yang sama sekali tidak ada, meski ada di dalam dokumen. "Kacau sekali, tetapi mereka menyatakan tidak masalah. Di Kupang dan di Jakarta sudah diatur," kata sumber itu.
Menurutnya, pekerjaan pembuatan pagar pengaman bandara juga menyalahi spesifikasi pekerjaan. Besi pagar tidak sesuai spec, baik material maupun jarak antar tiang. Tiang pagar seharusnya menggunakan pipa gip (pipa air), tetapi yang digunakan adalah besi kanal (besi siku).
"Ini pekerjaan yang salah, tetapi dipaksakan, dan mereka katakan tak ada masalah karena orang di Jakarta dan di Kupang sudah diatur," sebut sumber itu.
Plh. Kepala Bandara Wunopito Lewoleba, Wungubelen Kornelis, yang dikonfirmasi Pos Kupang, menyarankan agar Pos Kupang menunggu penjelasan langsung dari Kepala Bandara, Dapini, mengenai hal itu.
Kepada Pos Kupang, Kornelis mengatakan, pekerjaan landasan pacu bandara sepanjang 900 meter dan lebar 23 meter, telah diselesaikan pelapisan hotmix pada 2009. Proyek dibiayai dari APBN senilai Rp 5.207.823.000,00. Sedangkan perluasan landasan sejauh 300 meter masih berpermukaan tanah dan belum dilapisi aspal.
Pekerjaan taxi way (penghubung dari landasan pacu ke parkir pesawat (apron), senilai Rp 929.454.000,00 dibiayai dari dana stimulus fiskal. Selain itu, pekerjaan tanggul pemecah gelombang telah diselesaikan kontraktor.
"Itu di sana, peralatan milik kontraktor untuk peralatan hotmix. Proyeknya sudah selesai dan mereka akan mobilisasi bawa pulang ke Jawa," ujar Kornelis sambil menunjuk peralatan yang terdapat di sebelah barat halaman parkir bandara. (ius)
Harus Ditindaklanjuti DPRD NTT
ANGGOTA DPRD Lembata, Piter Gero, S.Sos, bersama Bediona Philipus, S.H, M.Hum, dan Yoseph Meran Lagaor, mengaku telah memantau proyek Bandara Wunopito. Mereka menemukan, adanya masalah pada pagar bandara. Sejumlah tiang pagar telah berkarat, kemungkinan tidak akan lama bertahan lama. Letaknya juga sangat berdekatan dengan pantai sehingga mempercepat kerusakan besi pagar.
"Kita sudah lihat. Namun yang jadi soal, DPRD Lembata, kesulitan mengawasi proyek yang dananya bersumber dari APBN dan APBD I NTT. Temuan DPRD Lembata ini telah disampaikan ke DPRD NTT. Kami harap DPRD NTT bisa tindaklanjuti temuan itu. Kalau benar, maka pihak terkait harus dimintai klarifikasi dan pertanggungjawabannya. Jangan jadikan daerah ini untuk mendapatkan keuntungan yang besar," kata Piter Gero pekan lalu. (ius) - POS KUPANG - Senin, 1 Februari 2010.