BCYBERBCYBERBCYBER

Jumat, 05 Februari 2010

MODUS KORUPSI BARU DI NTT


KEJAKSAAN NUSA TENGGARA TIMUR INDIKASIKAN

MODUS BARU KORUPSI

http://www.tempointeraktif.com
Rabu, 27 Januari 2010
TEMPO Interaktif, Kupang - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2010 menemukan modus baru korupsi yang dilakukan pejabat di daerah tersebut. Modus itu yakni penggunaan anggaran tidak sesuai dengan peruntukan dan perilaku korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, seperti berkelompok, grup atau antara atasan dan bawahan.

"Ada dua modus baru perilaku korupsi yang kita temukan pada 2010 ini," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTT Wahyudi ketika melakukan sosialisasi tindak pidana korupsi bagi satuan kerja Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTT di Kupang, Rabu (27/1).

Guna menghindari terjadinya korupsi dengan modus baru itu, kata Wahyudi, maka diimbau untuk menghindari budaya rasa tidak enak dan hindari setoran pada atasan serta melakukan kerja secara profesional dan proporsional.

Pada 2009, menurut dia, kejaksaan di NTT mengangani sedikitnya 52 kasus korupsi. Penanganan kasus korupsi ini mengalami penurunan dibandingkan 2008 yang mencapai 59 kasus. "Kita berharap jumlah kasus korupsi di NTT dapat ditekan lagi pada 2010 ini,"katanya.

Dari 52 kasus korupsi yang ditangani itu, 12 kasus di antaranya merupakan kasus perbankan, keuangan dan pelayanan umum, seperti kasus beras miskin (Raskin), Surat Perintah Perjalanan Dinas fiktif, Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dan lainnya.

Sedangkan, 40 kasus lainnya berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Modus kasus korupsi itu terutama terhadap proyek dikerjakan oleh pihak ketiga, karena sampai batas waktu yang ditentukan pekerjaan tidak selesai, namun dananya telah dicairkan 100 persen.

Modus lainnya yakni surat-surat dukungan fiktif tidak benar, pekerjaan tidak dikerjakan sama sekali atau pekerjaan dikerjakan sebagian saja.

Modus lainnya yang diidentifikasi dalam penyidikan dan penuntutan Kejaksaan, tambahnya, yakni adanya bentuk kolusi terselubung antara panitia dengan rekanan yang dimenangkan. Diidentifikasi adanya pemberian sejumlah uang atau fee kepada pengguna anggaran sehingga penentuan pemenang sekadar formalitas.

"Kasus semacam ini, biasanya mengakibatkan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan rencana kerja dan syarat (RKS) atau bestek," katanya.

Sementara modus korupsi dalam pelaksanaan kegiatan atau proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Daerah, katanya, pelaksanaan pekerjaan belum selesai, tetapi sudah dibuatkan berita acara pelaksanaan 100 persen dan sudah diserahterimakan dari rekanan kepada pengguna anggaran.

Modus ini, lanjutnya, sering terjadi pada akhir tahun anggaran, karena buku kas pengguna APBD akan ditutup per 31 Desember pada tahun anggaran yang bersangkutan.

Selain itu, adanya bentuk pengeluaran uang dari kas APBD didukung dengan bukti-bukti yang tidak benar serta proyek yang seharusnya dilaksanakan dengan metode pelelangan umum atau tender, tetapi dilakukan penunjukan langsung (PL) dengan alasan mendesak.

"Ujung–ujungnya ditengarai ada pemberian uang oleh rekanan kepada Pengguna Anggaran,"katanya.

Kasus-kasus seperti ini yang harus dihindari oleh satuan kerja (Satker) atau pengguna anggaran guna meminimalisasi terjadinya tindak pidana koruspi. (YOHANES SEO).